Solar Langka di SPBU, Dirut Pertamina Curiga ke Perusahaan Tambang dan Sawit, Nih Buktinya...

Solar Langka di SPBU, Dirut Pertamina Curiga ke Perusahaan Tambang dan Sawit, Nih Buktinya...

Subsidi pemerintah terhadap harga biosolar dengan selisih harga Rp 5.000 dengan perhitungan Rp 7.200 - Rp 7.300 perliter membuat Pemerintah harus membayar kompensasi hingga Rp 100 triliun ke Pertamina.-freepik-

JAKARTA, DISWAY.ID - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mencurigai adanya penyalahgunaan solar bersubsidi oleh industri besar seperti perusahaan pertambangan dan kelapa sawit. 

Menurutnya, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab langkanya solar bersubsidi. 

Tuduhan itu juga terbukti, dengan penjualan solar meningkat menjadi 93 persen, sementara penjualan solar non-subsidi atau Dex range turun menjadi hanya 7 persen. 

“Itu yang akan kita lihat, apakah itu industri logistik dan industri non-besar? Antrian yang kita lihat, sepertinya benar-benar datang dari industri besar seperti kelapa sawit, pertambangan, dll. Ini sudah untuk dikendalikan," kata Nick dalam keterangannya dalam rapat dengar pendapat dengan Komite VI DPR RI, ditulis Selasa 29 Maret 2022. 

BACA JUGA:Kominfo ke Masyarakat: Segera Beli Set Top Box TV Digital, Berlaku 30 April 2022

Nicke menjelaskan, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, ada ketentuan terkait transportasi, yang boleh dan tidak boleh menggunakan solar bersubsidi.

Adapun dalam beleid itu mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak bisa menggunakan solar subsidi.

"Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawait. Ini yang kami duga," katanya.

Nicke menuturkan, hingga saat ini Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi guna mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU. 

BACA JUGA:Pertamina Mau Beli Minyak Mentah dari Rusia di Tengah Sanksi Dunia, Dirut Nicke: Secara Politik Gak Masalah

Bahkan, penyaluran per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10 persen, dari yang seharusnya 2,27 juta kilo liter (KL) menjadi 2,49 juta KL.

"Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kita tetap suplai, walaupun sekarang sudah over kuota, per bulan kan ada kuota. Tapi sudah over 10 persen sampai dengan Februari," imbuhnya.

Menurut Nicke, dibutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah untuk bisa mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi. 

BACA JUGA:Waspada Cuaca Ekstrem! 20 Wilyah di Indonesia Berpotensi Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: