Keamanan 119 Gedung di Surabaya Tanda Tanya, Termasuk Lima Tower Tunjungan Plaza

Keamanan 119 Gedung di Surabaya Tanda Tanya, Termasuk Lima Tower Tunjungan Plaza

Gedung Tunjungan Plaza -Boy Slamet / Harian Disway-

ADA hikmah di balik kebakaran Tunjungan Plaza (TP) 5. Semua jadi tahu bahwa ada ratusan tower yang belum dilengkapi dengan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) di Surabaya. Persoalan SLF, diungkap kali pertama oleh Anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafii. Ia mendapat informasi bahwa TP 5 yang terbakar itu tidak memiliki SLF. 

 

Sertifikatnya sudah kedaluwarsa sejak Januari 2021. ”Permasalahan ini jadi concern kami. Sudah ada 51 gedung yang ditegur. Dan ternyata masih banyak yang bermasalah,” ujar Imam kemarin (19/4).

 

Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat perdana terkait permasalahan SLF itu bersama para pengusaha dan pemkot. Mereka memakai ruang paripurna karena ada 9 pengelola gedung yang diundang. Ruang komisi tidak akan cukup menampung mereka semua. Namun yang hadir siang itu cuma 3 pengelola gedung.

 

Imam mengatakan, SLF adalah dokumen penting yang harus dimiliki sebuah gedung. Dokumen itu dibikin untuk mengecek apakah gedung dibangun sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan memenuhi asas keamanan.

 

Ada banyak faktor yang di-cross-check di SLF. Di antaranya, dokumen keamanan gedung yang menyangkut kelayakan konstruksi bangunan hingga manajemen kebakaran dan bencana.

 

Dokumen itu menjadi penjamin bahwa orang-orang di dalam gedung bakal aman. Karena itulah SLF harus dicek secara berkala per lima tahun. Pemilik gedung harus memperpanjang dokumennya setelah masa berlakunya habis.

 

”Ternyata TP 1 sampai 5 sudah kedaluwarsa semua. Yang sudah selesai diurus cuma TP6,” ujar politikus Nasdem itu. Seluruh anggota komisi A geleng-geleng begitu tahu fakta itu.

 

Imam mengatakan, dokumen SLF melibatkan banyak dinas. Mulai dari dinas sumber daya air dan bina marga (DSDABM), dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman (DPRKPP), dinas perhubungan (dishub), hingga dinas lingkungan hidup (DLH).

 

Ketentuan mengenai teknis hingga sanksi terkait SLF diatur dalam Perwali Nomor 14 tahun 2018. Dalam rapat tersebut, Imam mendapati bahwa Bale Hinggil yang mulai beroperasi pada 2019 belum mengurus dokumen lintas dinas itu.

 

”Yang lain masih kurang satu dua rekom. Mereka ini kurang banyak. Padahal perwalinya sudah ada sejak 2018,” lanjut Imam.

 

Sanksi pertama yang diterapkan adalah peringatan tertulis. Jika selama satu pekan tidak ada perubahan, sanksinya bisa meningkat menjadi penyegelan gedung. Seluruh aktivitas ditiadakan sampai SLF keluar.

 

Anggota Komisi A DPRD Surabaya Mochamad Machmud mengatakan, sudah ada 51 gedung yang mendapat teguran dari pemkot gara-gara tidak mengurus SLF. Namun fakta lain muncul.  Ternyata masih ada 119 gedung tanpa SLF. ”Katanya masih diurus sampai sekarang belum keluar rekom,” lanjutnya.

 

Nyatanya gedung-gedung itu sudah beroperasi sebelum terbitnya dokumen tersebut. Machmud melihat dinas-dinas saling lempar tanggung jawab. Katanya, pihak yang berwenang menertibkan adalah Satpol PP Surabaya. Namun ia mendapati bahwa Satpol PP tidak bisa berbuat banyak. Mereka baru bisa gerak ketika ada rekomendasi dari dinas terkait.

 

Karena itu, Machmud tidak mau serta merta menyalahkan para pengusaha. Keberadaan mereka sangat dibutuhkan untuk perekonomian Surabaya. Machmud mendapat keluhan bahwa pengurusan SLF rumit. Makanya banyak yang melanggar. ”Selain itu mereka harus bayar calo. Istilah resminya konsultan. Ongkosnya bisa sampai Rp 200 juta,” lanjut politikus Demokrat itu.

 

Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya Ali Murtadlo memastikan bahwa pengurusan SLF tidak rumit. Prosesnya bakal cepat jika seluruh persyaratan telah dipenuhi. “Harusnya bisa diurus sendiri,” katanya.

 

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jatim Soesilo Efendy mengakui bahwa pengurusan SLF tidak semudah yang dibayangkan. ”Pertama, karena sekarang SLF jadi kewajiban. Kedua kadang kita harus cocokan dulu dengan tim terkait,” ujar dirut PT Panca Teja Sentana itu.

 

Siapa tim terkait itu? ”Ada konsultan serta dinas,” lanjutnya. Pemilik gedung memang harus mengeluarkan ongkos jasa konsultan itu. Nilainya bisa ratusan juta rupiah.

 

Soesilo tidak membantah pernyataan DPRKPP bahwa SLF sebenarnya bisa diurus sendiri. Namun kenyataan di lapangan tidak semudah itu. Ada banyak dokumen yang harus disiapkan. Mulai dari  Surat Keputusan IMB, KRK (Peta Ketetapan Rencana Kota), RTLB (Rencana Tata Letak Bangunan), serta gambar arsitektur bangunan.

 

Setelah semua lengkap, muncul berita acara yang menunjukkan bahwa pembangunan telah selesai dan sesuai dengan IMB.

 

Selanjutnya pengusaha juga harus melengkapi laporan fotokopi surat penunjukan pemborong dan dewan pengawas, fotokopi TDR/SIUJK pemborong dan surat izin bekerja dewan pengawas, laporan lengkap direksi, serta surat pernyataan dari koordinator dewan pengawas.

 

Lalu ada berita acara mengenai uji coba instalasi kelengkapan bangunan, yang meliputi: listrik, kebakaran, transportasi dalam gedung, tata udara, penyalur petir, dan sebagainya. ”Sebetulnya mudah, kalau berkas lengkap dan enggak dicari-cari,” kata Soesilo lalu tersenyum. 

 

Sementara itu, Pakuwon sebagai pemilik TP mengundang berbagai kelompok kerja (pokja) wartawan kemarin. Namun tidak ada direksi yang hadir dalam acara itu. Hanya ada acara buka bersama.

 

”Semua satu pintu ke Pak Sutandi. Beliau sedang cuti sehingga tidak hadir, ” ujar Promotion Manager Tunjungan Plaza Surabaya Yudith Kurnia.

 

Harian Disway berupaya menghubungi Direktur Marketing Pakuwon Sutandi Purnomosidi tadi malam. Namun pesan dan telepon yang dikirim tidak direspons. (Salman Muhiddin/Michael Fredy Jacob)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway