Kunci Sukses Mengais Rezeki yang Halal, Berikut Doa dan Tuntunannya

Kunci Sukses Mengais Rezeki yang Halal, Berikut Doa dan Tuntunannya

Ibnu Katsir berkata: “Allah mengingatkan kepada seluruh umat manusia tentang karuniaNya (yang) berupa kehidupan yang mapan di muka bumi, dilengkapi dengan gunung-gunung yang terpancang kokoh, sungai-sungai yang mengalir indah, dan tanah yang siap didirikan tempat tinggal dan rumah hunian, serta Allah menurunkan air hujan berasal dari awan. Dan Allah juga memudahkan kepada mereka untuk mengais rezeki dan membuka peluang maisyah (penghidupan) dengan berbagai macam usaha, bisnis dan niaga; namun sedikit sekali mereka yang mau bersyukur”

BACA JUGA:Bismillah, Ini Doa Berhubungan Intim Pasangan Suami Istri di Malam Jumat, Jomblo Nggak Kuat Jangan Baca

Allah berfirman: 

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [Al Jumu’ah/62 : 10].

Tentang makna firman Allah “maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” Imam Al Qurthubi menjelaskan : “Apabila kalian telah menunaikan shalat Jum’at, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk berdagang, berusaha dan memenuhi berbagai kebutuhan hidupmu”

Nabi juga pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqas: “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam kekurangan menjadi beban orang lain”

Dari Ayyub, bahwa Abu Qilabah berkata: “Dunia tidak akan merusakmu selagi kamu masih tetap bersyukur kepada Allah,” maka Ayyub berkata bahwa Abu Qilabah berkata kepadaku: “Wahai, Ayyub! Perhatikan urusan pasarmu dengan baik, karena hidup berkecukupan termasuk bagian dari sehat wal afiat”

Yusuf bin Asbath berkata, bahwa Sufyan Ats Tsauri berkata kepadaku: “Aku meninggalkan harta kekayaan sepuluh ribu dirham yang nanti dihisab oleh Allah, lebih aku cintai daripada aku hidup meminta-minta dan menjadi beban orang lain.

Beberapa atsar (riwayat) dari para ulama mulia di atas, menepis anggapan bahwa mencari nafkah dengan cara yang benar agar hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain merupakan cinta dunia yang menodai sikap kezuhudan. Padahal tidaklah demikian. Abu Darda’ berkata: “Termasuk tanda kefahaman seseorang terhadap agamanya, adanya kemauan untuk mengurusi nafkah rumah tangganya”

ISLAM MENCELA PEMALAS DAN PEMINTA-MINTA

Islam sangat mencela pemalas dan membatasi ruang gerak peminta-minta serta mengunci rapat semua bentuk ketergantungan hidup dengan orang lain. Sebaliknya, Al Qur’an sangat memuji orang yang bersabar dan menahan diri tidak meminta uluran tangan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena tindakan tersebut akan menimbulkan berbagai macam keburukan dan kemunduran dalam kehidupan. Allah berfirman :

لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. [Al Baqarah/2: 273].

Imam Ibnul Jauzi berkata: “Tidaklah ada seseorang yang malas bekerja, melainkan berada dalam dua keburukan. Pertama, menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajiban dengan berkedok tawakkal, sehingga hidupnya menjadi batu sandungan buat orang lain dan keluarganya berada dalam kesusahan. Kedua, demikian itu suatu kehinaan yang tidak menimpa, kecuali kepada orang yang hina dan gelandangan. Sebab, orang yang bermartabat tidak akan rela kehilangan harga diri hanya karena kemalasan dengan dalih tawakkal yang sarat dengan hiasan kebodohan. Boleh jadi seseorang tidak memiliki harta, tetapi masih tetap punya peluang dan kesempatan untuk berusaha”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait