Sejarah Kebudayaan Islam: Ada Keragaman dan Toleransi dalam Penentuan Awal Ramadan

 Sejarah Kebudayaan Islam: Ada Keragaman dan Toleransi dalam Penentuan Awal Ramadan

Ilustrasi puasa ramadan-Pixabay/ mohamed_hassan-Pixabay/ mohamed_hassan

JAKARTA, DISWAY.ID - Sejarah kebudayaan Islam tidak terlepas dalam keragaman dan toleransi dalam penentuan awal Ramadan.

Lantas bagaimana dengan hukum mengatahui awal atau akhir Ramadan? Pertanyaan ini menarik sebab jawabannya akan sangat beragam dengan toleransi yang ada.

Ada sejumlah keragaman dalam menentukan Ramadan sesuai dengan kebudayaan Islam yang berpegang teguh pada kaidah-kaidah atau syari'at.

Islam sudah memberikan petunjuk untuk melihat bulan (rukyat al-hilal), jika dalam kondisi tertutup awan mendung maka alternatif atau solusinya adalah menggenapkan bilangan bulan menjadi 30 hari. 

BACA JUGA:Rian Mahendra Resmi Gabung PO Kencana Usai Dipecat Haji Haryanto, Gebrakannya Langsung Buka Jalur dan Jual Bus

Jadi rukyat bisa dipahami sebagai rukyah bashariyyah atau melihat bulan dengan mata telanjang.

Dilansir dari Kemenag, bagi mereka yang meyakini awal bulan Ramadan atau Syawal itu termasuk hukum ta’aqquli.

Terlebih jika dikaitkan dengan teknologi, maka konsekuensi logis-legal dari itu adalah diperbolehkannya menggeser instrumen dari melihat bulan dengan “mata telanjang” dan digantikan melihat bulan dengan “hisab”. 

Diketahui, pemerintah sendiri dalam menentukan awal puasa berlandaskan Fatwa MUI No. 2 Tahun 2004, mengaplikasikan metode kombinasi hisab dan rukyatul hilal dalam menentukan awal dan akhir Ramadan. 

BACA JUGA:Intip Tugas dan Gaji PPS Pemilu 2024, Ada Santunannya Hingga Rp 36 Juta

Hasil perhitungan hisab dijadikan sebagai informasi pendahuluan yang kemudian dikonfirmasi melalui proses rukyat. 

Setelah itu, hasil hisab dan rukyat akan dibahas bersama organisasi-organisasi Islam, duta besar negara-negara sahabat, serta para ahli dalam Sidang Isbat.

Jika merujuk pada pandangan ulama mazhab, misalnya, para ulama dari mazhab Syafi'i yang berpendapat bahwa penentuan awal dan akhir bulan Ramadan harus dilakukan oleh pemerintah. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan mazhab Syafi'i, peran pemerintah sangat penting dalam menentukan awal dan akhir Ramadan agar tercipta keseragaman dalam pelaksanaan ibadah puasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: