Larangan Ekspor CPO dan Migor Dikaitkan LBP, Politisi Gerindra: Kang Mas Jokowi Jangan Pakai Jurus Mabuk Dong
Pedagang kecil sangat berharap pemerintah mampu menurunkan harga minyak goreng yang dinilai masih terlalu tinggi. -Syaiful Amri/Disway.id-disway.id
Jangan sampai, lanjut Arief, kebijakan yang ditempuh mirik komoditas batubara. ”Dilarang ekspor oleh kang mas. Begitu Pak LBP (Binsar Pandjaitan) turun gunung ekspor batubara dibuka lagi,” timpalnya.
Tidak bisa dipungkiri, sambung Arief, rakyat sangat mendukung kebijakan Presiden yang memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. Salah satunya menstabilkan harga migor di pasar.
”Tapi ingat loh kangmas kebijakan sampeyan itu juga akan ada dampaknya nanti terhadap stake holder perkebunan dan industri sawit,” kata pria humoris itu.
Pelarangan ekspor yang diberlakukan Pemerintah Indonesia dikhawatirkan meluas, meski banyak pihak yang menyebut kebijakan ini hanya sebatas terapi bagi mafia minyak goreng.
Dampak yang akan terlihat, harga dunia akan melonjak karena Indonesia adalah penghasil CPO terbesar dengan kontribusi 58 persen.
”Problemnya sekarang, seberapa besar pemerintah mampu mengendalikannya atas efek yang ditimbulkan. Pemerintah pasti memiliki perhitungan,” terang Pakar Ekonomi dari Pusat Studi dan Informasi Pembangunan (Pusiban Institute) Asrian Hendi Caya, kepada Disway.Id, Sabtu, 24 April 2022.
”Kontribusi sawit rakyat sekitar 40 persen. Angka ini cukup besar perannya dan melibatkan banyak petani di Indonesia,” jelas Asrian.
Sebelumnya pengusaha mendapatkan manfaat dari pelonggaran ekspor, karena mekanisme pasar dan peluang yang bagus.
Sementara itu, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan Pemerintah membatalkan DMO dan DPO, dan menetapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti harga pasar.
Harga kemudian melonjak dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya ditetapkan Rp 14.000 per liter menjadi sekitar Rp 24.000 hingga Rp 28.000 per liter.
Meskipun minyak goreng curah ditetapkan Rp 14.000 per liter, tetapi di beberapa daerah sulit didapat dan sering kali harganya jauh melampaui Rp 14.000 per liter.
Pada saat bersamaan dengan penghapusan DMO/DPO, pemerintah menaikkan pungutan ekspor dan bea keluar CPO yang membuat penerimaan negara naik (maksimum) 300 dolar AS per ton. Kalau harga CPO mencapai 1.500 dolar AS per ton atau lebih.
”Kedua paket kebijakan ini sangat menyakitkan dan tidak adil, sama saja negara merampas hak rakyat di tengah kesulitan keuangan akibat kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: