Gawat! Pemerintah Myanmar Belum Dapat Bantu 20 WNI Korban TPPO, Polri Ungkap Alasannya

Gawat! Pemerintah Myanmar Belum Dapat Bantu 20 WNI Korban TPPO, Polri Ungkap Alasannya

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menduga 20 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar berada di daerah konflik.-Disway.id/Anisha Aprilia-

Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/B/82/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 2 Mei 2023.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan perekrut tersebut berinisial A dan P. 

BACA JUGA:VIRAL Pengendara Arogan Berplat Nomor Polda Metro Jaya Pukul Sopir Taksi Online, Ahmad Sahroni: Arogannya Ngeri

BACA JUGA:Aji Santoso Ingin Pemain Persebaya Surabaya Punya Ketahanan Fisik Selama 90 Menit

"Perekrut A mengiming-imingi pekerjaan sebagai operator komputer di salah satu perusahan bursa saham di Thailand dengan janji gaji senilai Rp 8-10 juta perbulannya dengan fasilitas kerja yang baik," kata Hariyanto saat ditemui di Bareskrim Polri, Selasa, 2 Mei 2023.

Namun faktanya, kedua puluh korban diberangkat secara unprosedural ke negara Myanmar dan ditempatkan di penempatan kerja yang tidak resmi dan jauh dari kata layak oleh A. 

Para korban dipekerjakan secara paksa, dieksploitasi, disiksa secara psikis maupun fisik hingga disetrum di daerah konflik Myawaddy, Myanmar. 

Hariyanto mengatakan mereka yang disekap merupakan orang yang berpendidikan tinggi serta memiliki skill. 

"Secara pendidikan ini ada skill yang luar biasa. Kami katakan punya skill, mereka (korban) bisa mengoperasikan teknologi begitu masif," kata Hariyanto. 

BACA JUGA:Razia Agama

BACA JUGA:Update Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini, Jumat 5 Mei 2023: Rata-rata Cerah Berawan

Hariyanto membeberkan bahwa korban bisa terperangkap tipu daya pelaku karena proses perekrutan dilakukan di masa pandemi Covid-19 ketika mereka kesulitan mencari pekerjaan dan di sisi lain pelaku juga mengimingi dengan gaji yang besar.

"Jadi modus operandinya online scam ini terjadi itu pada situasi krisis 2020-2021 ketika dunia dilanda Covid. Tahun 2021 ketika negara membuka kembali banyak lowongan ke sana," bebernya.

Ia menceritakan para korban akan disiksa jika mengakses informasi dari luar.

"Mereka disuruh push up ratusan kali, kemudian dipukul dengan meja, kemudian ada beberapa yang disetrum dengan alat seadanya listrik yang ada di tempat itu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait