7 Pasal Kontroversial UU Kesehatan yang Disahkan DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani saat konferensi pers Pengesaan RUU Keseatan mejadi UU Kesehatan, usai rapat Paripurna DPR RI Ke-29 Masa Sidang V Tahun 2022-2023, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023. Foto: Jaka/nr-DPR RI-
Dokter asing dan diaspora dapat dikecualikan dari persyaratan jika mereka telah lulus pendidikan spesialis.
Aturan itu dianggap berbahaya karena dokter spesialis tidak dapat beroperasi tanpa rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Selama ini, dokter harus mendapatkan rekomendasi STR dari IDI sebelum mengajukan SIP ke Kementerian Kesehatan.
3. Syarat surat keterangan sehat dan rekomendasi
Persyaratan seorang dokter untuk mendapatkan SIP juga diubah oleh UU Kesehatan. Pasal 235 Ayat 1 UU Kesehatan menyatakan, "Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik, dan bukti pemenuhan kompetensi."
BACA JUGA:Puan Maharani Ketok Palu, DPR Resmi Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU
Karena beleid ini tidak lagi memerlukan surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi, IDI menganggapnya sebagai pencabutan peran organisasi profesi dalam hal praktik nakes.
Namun, surat rekomendasi akan menunjukkan calon nakes yang sehat dan tidak memiliki masalah moral atau etika sebelumnya.
4. Pembatasan jumlah organisasi profesi
Pasal 314 ayat 2 UU Kesehatan yang direvisi menyatakan, "Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi." Ini juga mengatur peran dan pembatasan organisasi profesi.
Namun, Pasal 193 membagi 10 jenis tenaga kesehatan menjadi 48 kelompok.
Sebagai salah satu penentang RUU Kesehatan, IDI mengatakan bahwa tidak jelas apakah itu adalah organisasi profesi yang mengawasi semua pekerja kesehatan.Menurut lembaga itu, dokter gigi, dokter umum, dan dokter spesialis memiliki peran dan tujuan yang berbeda.
5. Konsil kedokteran di bawah menteri
Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki peran yang berbeda dalam UU Kesehatan.
Pasal 239(2) UU Kesehatan menyatakan bahwa "Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri."
Karena pasal tersebut diambil alih oleh Kementerian Kesehatan, IDI menganggapnya "melemahkan" organisasi profesi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: