Sidang Korupsi BTS Kominfo, Perintah Anang Achmad Latif Denda Keterlambatan Proyek BTS 4G dari 347 M Jadi 87 M
Sidang perkara korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G Kominfo di PN Jakarta Pusat.-Intan Afrida Rafni-
JAKARTA, DISWAY.ID - Terdakwa Johnny G Plate melakukan sidang lanjutan atas kasus korupsi pembangunan proyek menara BTS 4G Kominfo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, 15 Agustus 2023.
Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi, yaitu salah satunya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI, Elvano Hatorangan.
Sebagai saksi, dia mengaku bahwa ada pengurangan jumlah denda keterlambatan selama pembangunan proyek tersebut, yaitu dari 347 miliar menjadi 87 miliar.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Johnny Plate: 307 Tower Mangkrak di Proyek Pembangunan Menara BTS 4G Fase Pertama
Adapun pengurangan denda itu, kata Elvano, dilakukan atas perintah dari terdakwa Anang Achmad Latif.
"Jadi pada saat kita perhitungan denda, saya dan tim waktu itu menghitung denda. Kemudian pak Anang menghampiri kami dan pada saat itu menanyakan kepada kami berapa besar nilai dendanya," ujar saksi Elvano kepada Majelis Hakim.
“Kemudian saya sampaikan kepada pak Anang bahwa nilai dendanya 300 sekian. Pak anang sampaikan bahwa itu terlalu besar bagi penyedia,” lanjutnya.
BACA JUGA:Sidang Terdakwa Johnny G Plate, Majelis Hakim Singgung Pertanggungjawaban PPK
Merasa heran, Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri pun menanyakan kepada saksi terkait perhitungan denda yang telah disesuaikan dalam kontrak yang sudah di tandatangani.
“Perhitungn denda itukan ada hitung-hitungannya, apakah sesuai dengan hitung-hitungannya engga?,” tanya Hakim Fahzal.
BACA JUGA:Sidang Lanjutan Terdakwa Johnny G Plate, Saksi Tidak Tahu Acuan UU untuk PPK
“Pada saat perhitunga 346 miliar itu sesuai dengan aturan Yangmulia,” jawab saksi Elvano.
“Kemudian jadi menciut jauh, menjadi 87 miliar?,” tanya Hakim Fahzal lagi dan dibenarkan oleh Elvano.
“Berarti tidak sesuai dengan aturan yang ditandatangani di kontrak?,” tanya hakim lagi.
“Iya betul Yangmulia tidak sesuai,” jawab saksi.
Mendengar jawaban saksi, Hakim Fahzal pun langsung kesal lantaran pemotongan denda tersebut sangat jauh.
Meskipun begitu, saksi pun mengaku bahwa denda 87 miliar itu sudah diterima oleh saksi yang dibagi dalam lima paket.
Bahkan Hakim Fahzal menanyakan soal perhitungan denda tersebut yang meringankan para konsorsium.
“Berapa masing-masing konsorsium membayar denda?,” tanya hakim.
“Masing-masing untuk paket 1 itu 24 miliar, paket 2 itu 21 miliar, paket 3 itu 15 miliar, paket 4 itu 10 miliar, paket 5 itu 14 miliar dengan total 87 miliar,” jawab saksi.
“Bagaimana cara menghitungnya kalau begitu? Kalau di dalam aturannya itu, denda itu berapa?,” tanya Hakim Fahzal.
“1/1000 dari keterlambatan dan maksimum 5 persen Yangmulia,” jawab saksi.
Lalu, hakim pun menanyakan terkait penerapan hitungan tersebut pada denda keterlambatan dalam membangun menara BTS 4G Kominfo.
Namun, kata saksi Elvano, dia mengatakan bahwa perhitungan tersebut tidak diterapkan olehnya. Hal itu dikarenakan Anang Achmad Latif telah memberika instruksi untuk dihitung dan disesuaikan dengan surat edaran PPKM yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
“Pada saat itu pak Anang memerintahkan kami untuk melakukan perhitungan denda berdasarkan dampak covid, ppkm dan sebagainya,” kata saksi Elvano.
“Ada hitung-hitungan itu? Bagaimana cara perhitungannya sampai di angka 87 itu?,” tanya Hakim Fahzal.
“Jadi surat-surat edaran PPKM yang diterbitkan dari pemerintah daerah, kemudian kita menyimpulkan bahwa ada hari yang tidak bisa dilakukan pekerjaan jadi itu hari pengurang dendanya Yangmulia,” jelas saksi.
Lalu, Majelis Hakim pun merasa kesal dengan jawaban yang dilontarkan oleh saksi tersebut. Dia bahkan memarahi saksi Elvano lantara proses pemotongan denda tersebut menyimpang dari aturan kontrak yang sudah disepakati.
“Jadi ada hitung-hitungan sendiri? Memang diperbolehkan menyimpang dari aturan kontrak itu?,” tanya hakim.
“Tidak Yangmulia,” jawab saksi.
“Tidak, kenapa dilakukan juga. Banyak sekali ini kerjaan mu yang enggak benar. Kontrak itu di tandatangani untuk di taati pak. Sama seperti Undang-undan, juga kontrak,” kata Hakim Fahzal dengan nada jengkel ya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: