Lewat Prabowo-Gibran, Pakar Ingin Penerapan Pajak Karbon Diterapkan di Tahun 2025

Lewat Prabowo-Gibran, Pakar Ingin Penerapan Pajak Karbon Diterapkan di Tahun 2025

Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association, Riza Suarga-Intan Afrida Rafni-

JAKARTA, DISWAY.ID - Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), Riza Suarga menyatakan perdagangan dan pajak karbon merupakan salah satu upaya strategis pemerintah untuk mengurangi emisi. 

Akan tetapi, penerapan kebijakan perdagangan dan pajak karbon itu sendiri baru akan berlaku pada 2025 mendatang. 

BACA JUGA:Suzuki Ungkap Langkah Nyata Untuk Mengurangi Emisi Karbon Lewat Varian SUV Hybrid

Hal itu disampaikannya dalam acara talkshow 'Peran Industri Karbon Menuju Indonesia Emas' yang diselenggarakan TKN Prabowo-Gibran, di Media Center TKN Prabowo-Gibran di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Januari 2024.

Lebih lanjut, penundaan pajak karbon merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 di mana pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. 

BACA JUGA:Yili Joyday Berpartisipasi dalam Proyek Perkebunan Mangrove Nol Karbon di Indonesia

Saat itu, pemerintah menyatakan implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon. 

Akan tetapi Riza berharap kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melalui visi misi yang terangkum dalam Asta Cita, dapat mempercepat penerapan perdagangan dan pajak karbon di Indonesia. 

"Nah makanya Perpres itu mencoba memonitor. Tetapi di lain sisi memang jadi terkesan agak lambat. Mungkin nanti Asta Cita akan mempercepat," imbuhnya. 

BACA JUGA:Ikut Serta Dalam Transaksi Perdagangan Perdana Bursa Karbon, Bukti Nyata Komitmen BRI Melawan Krisis Perubahan Iklim

Selain itu, Riza juga menjelaskan, Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. 

Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon. 

"Kalau pajak karbon itu dilakukan dan diterapkan murah seperti yang sempat terucap oleh Kemenkeu hanya 2 dolar atau Rp30.000, ya jelas tidak menarik," jelas Riza. 

BACA JUGA:OJK Beri Izin Bursa karbon, Resmi Melantai 26 September 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: