Rencana Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad Terus Tuai Kritikan, Pengamat: Jangan Hanya Ambil Untung

Rencana Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad Terus Tuai Kritikan, Pengamat: Jangan Hanya Ambil Untung

Lokasi pembangunan beach club dan resort milik artis Raffi Ahmad di Pantai Krakal, Gunung Kidul, Yogyakarta-Instagram raffinagita1717-

JAKARTA, DISWAY.ID - Rencana pembangunan beach club milik Raffi Ahmad di Pantai Krakal, Gunung Kidul, Yogyakarta yang digarap RANS Group terus menuai kritikan. 

Sejumlah pakar dan pengamat menilai wacana dengan dalih menggerakkan pariwisata maldinilai berpotensi merusak lingkungan. 

BACA JUGA:Dukungan Menparekraf untuk Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad di Jogja Berbuah Kritik, Pengamat Sebut Masyarakat Belum Dilibatkan

BACA JUGA:Menparekraf Disebut Terburu-buru Beri Dukungan Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad di Gunung Kidul

Kritikan itu dialamatkan karena beach club tersebut dibangun di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Sehingga dikhawatirkan akan

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa pada dasarnya, setiap investasi harus memperhatikan aturan yang berlaku dan aspek-aspek lain.

"Bukan hanya dari sisi keuntungan, bukan hanya dari sisi aspek ekonomi, tapi juga aspek-aspek lain itu penting. Aspek lingkungan, sosial penting, tata kelola itu juga penting," kata Faisal ditulis Kamis 18 Januari 2024. 

Termasuk dalam konteks pembangunan beach club yang bakal dilakukan Raffi Ahmad di Jogja, bahwa yang menjadi pertimbangan bukanlah mendapatkan sebanyak-banyaknya investasi dan mengabaikan pertimbangan dari aspek lain termasuk dampaknya bagi lingkungan.

BACA JUGA:Berpotensi Rusak Lingkungan, Kejaksaan Agung Diminta Awasi Proses Perizinan Beach Club Raffi Ahmad di Jogja

BACA JUGA:Kajian AMDAL Jadi Sorotan, Perizinan Beach Club Raffi Ahmad Dipertanyakan

"Karena ada dampaknya juga nanti bukan hanya lingkungan sendiri, tapi juga ke masyarakat dan investasi itu sendiri. Karena tidak sedikit masyarakat yang juga dirugikan," tambahnya.

Faisal membandingkan dengan pembangunan smelter di Sulawesi Utara yang sebelumnya tidak ada penduduk menjadi banyak dan bisa menyerap tenaga kerja.

"Tapi di sisi yang lain masyarakat yang lebih dulu bekerja di situ mata pencahariannya sebagai nelayan, sebagai petani, kemudian rusak lahannya, rusak juga perairannya ini jadi tidak mendapatkan penghasilan sebagaimana dulu investasi belum masuk atau belum dibangun, jadi ini merugikan bagi kalangan ini dan mereka tidak bisa serta-merta bisa jadi tenaga kerja di situ," kata Faisal.

"Karena mereka selama ini bekerjanya begitulah, skill mereka dan mata pencaharian mereka. Nah inilah yang terabaikan gitu," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: