5 dari 10 Orang Indonesia Punya Perilaku Makan Emosional, Tunjukkan Risiko Stres
Perilaku Makan Orang Indonesia-Mindful vs Emotional Eating-HCC
Solusinya
Dan dalam kondisi yang parah atau ‘very emotional eater’ sebaiknya seseorang dianjurkan untuk konsul ke tenaga psikolog dan juga dokter ahli gizi medik, agar dikoreksi perilaku dan status gizinya.
Fakta lain dari survei yang juga dianalisis oleh Research Associate Yoli Farradika, MEpid ini adalah terkait usia orang Indonesia yang memiliki perilaku emotional eating.
Survei menunjukkan sekitar 49% orang dengan pola makan emosional adalah mereka yang berusia di bawah 40 tahun, dan perempuan, dengan risiko menjadi emosional eater mencapai 2 kali lipat.
Begitupun dengan kondisi diet yang dijalankan.
Survei ini menemukan bahwa hampir 60% orang yang memiliki perilaku makan emosional adalah mereka yang sedang melakukan pola diet yang beragam, mulai dari diet keto, intermittent fasting, diet golongan darah hingga diet puasa waktu tertentu.
Hal ini merupakan faktor risiko yang perlu dipelajari karena mengingat kecenderungan adanya pola diet yang marak terjadi di masyarakat Indonesia akibat promosi dan publikasi terbuka lewat media.
Lebih lanjut Dr Ray yang merupakan Sekjen Indonesia Gastronomy Community (IGC) ini juga mengungkapkan bahwa analisis lanjutan perlu dilakukan baik lewat penelitian maupun edukasi dan promosi kesehatan menyeluruh.
Karena kondisi tingginya emotional eater di Indonesia adalah bentuk dari pergeseran pola dan perilaku makan yang semakin dipengaruhi faktor gaya hidup, peer-pressure, status kesehatan jiwa hingga tekanan sosial akibat informasi ukuran standar perilaku makan dan antropometri tubuh yang ditampilkan di media sosial dan berseliweran tanpa kekuatan ilmiah.
Melalui survei ini, Health Collaborative Center mengeluarkan rekomendasi untuk pentingnya edukasi, konseling dan promosi kesehatan komprehensif terkait pola dan perilaku makan yang baik dan benar.
Promosi dan kampanye kesehatan jangan lagi hanya terpaku pada isi dan jenis makanan serta kandungan gizi saja, tetapi juga harus memasukkan aspek perilaku makan.
Tujuan akhir adalah tentu saja masyarakat harus memiliki perilaku makan yang mindful dan bukan stressful atau emotional, sehingga dampak kesehatan dari zat gizi yang dikonsumsi semakin optimal dan pada akhirnya memberi dampak lanjutan kesehatan jiwa.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: health collaborative center (hcc)