Respons Kemenag Soal Fatwa MUI Larang Salam Lintas Agama, Ini Pandangannya
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin-Dok. Kementerian Agama-
Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.
"Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan," terang Kamaruddin.
Di negara bangsa yang sangat beragam/multikultural, lanjut Kamaruddin, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.
"Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama," tegasnya.
BACA JUGA:Keluarga Calon Jamaah Haji Rela Tunggu 5 Jam Demi Bisa Salam Perpisahan
Ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan.
Caranya dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah segregasi.
"Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama," sebut Kamaruddin.
Dalam tiga tahun terakhir, jelasnya, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) mengalami peningkatan.
Pada 2021 sebesar 72,39, indeks naik menjadi 73,09 pada 2022. Sementara pada 2023, indeks KUB kembali naik menjadi 76,02.
"Ada tiga dimensi yang dipotret, yaitu toleransi dengan skor 74,47, kesetaraan dengan skor 77,61, dan kerja sama dengan skor 76,00. Ini indikator yang sangat baik," papar Kamaruddin.
Ditambahkan dia, Rasulullah sendiri pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri dari muslim dan non-muslim (Yahudi dan orang musyrik) (HR. Al-Bukhari).
Ketika ada yang mengingatkan terlarang hukumnya mengucapkan salam kepada non-muslim, sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas'ud, mengatakan, “Mereka berhak karena telah menemaniku dalam perjalanan”.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: