Ditolak MA, Ikhwal Gugatan Warga Cipayung Jakarta Agar Bisa Hidup di RI Tanpa Beragama

Ditolak MA, Ikhwal Gugatan Warga Cipayung Jakarta Agar Bisa Hidup di RI Tanpa Beragama

Ditolak MA, Ikhwal Gugatan Warga Jakarta Agar Bisa Hidup di RI Tanpa Beragama---mahkamahagung

JAKARTA, DISWAY.ID - Warga Cipayung, Jakarta Timur bernama Raymond Kamil yang membuat pengakuan tidak memiliki agama merasa rugi secara konstitusional selama tinggal di Indonesia.

Akhirnya Raymond mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal di sejumlah undang-undang Repbulik Indonesia (RI).

Gugatan yang diajukan berupa UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) hingga UU Hak Asasi Manusia (HAM) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kuasa hukum Raymond Kamil, yakni Teguh Sugiharto menyebutkan bahwa hak konstitusional para pemohon yang tidak memeluk agama dan kepercayaan memrasa dirugikan dengan berlakunya Undang-undang yang menjadi objek permohonan dan kerugian sifatnya nyata dan/atau secara nalar wajar bisa terjadi plus terikat hubungan sebab-akibat yang jelas.

BACA JUGA:Dua Orang DPO Dikejar Buntut Penangkapan Kurir Narkoba di Cipayung

Perkara gugatan Raymond Kamil dan Indra Syahputra itu telah terdaftar dengan nomor: 146/PUU-XXII/2024 serta diperiksa dan diadili langsung oleh ketua majelis panel Arsul Sani dengan anggota Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.

Beberapa pasal yang disoroti dalam perkara ini terdiri dari Pasal 22 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pemohon mengungkapkan bahwa ia yakin pemerintah hanya memahami kebebasan beragama dalam arti positif yang terbatas pada pilihan yang disediakan dalam kolom agama di KTP dan KK.

Hal tersebut akhirnya berdampak pada kebebasan dalam arti negatif, di mana mereka yang tidak memiliki agama atau beragama diluar dari pilihan kolom tersebut tidak mendapat pengakuan atau perlindungan secara hukum.

BACA JUGA:Polisi Akan Periksa Pria WNA yang Terakhir Kali Bersama Perempuan yang Tewas di Cipayung

Pemohon juga meragukan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Mereka menyatakan bahwa batasan pilihan agama pada KTP dan KK hanya mencakup enam agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya.

Kemudian, Pasal 2 ayat (1) UU 1/ 1974 tentang Perkawinan menjadi sorotan karena pemohon yang tidak memiliki agama atau kepercayaan dianggap kehilangan hak untuk melangsungkan perkawinan resmi yang biasanya melibatkan ritual keagamaan.

Selain itu, Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga dipertanyakan oleh pemohon. Mereka merasa tidak adil bahwa anak-anak mereka yang tidak beragama tetap diwajibkan mengikuti mata pelajaran agama.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads