Viral Razia Rumah Makan Padang di Cirebon, Pakar Unair Ingatkan Multikulturalisme
Beberapa waktu lalu ramai soal rumah makan Padang di Cirebon yang mendapatkan persekusi dari oknum organisasi masyarakat tertentu.-tangkapan layar X@Sundafesss-
JAKARTA, DISWAY.ID - Beberapa waktu lalu ramai soal rumah makan Padang di Cirebon yang mendapatkan persekusi dari oknum organisasi masyarakat tertentu.
Pada video yang beredar di media sosial, terlihat beberapa orang melakukan pencopotan paksa label rumah makan Padang yang menjual makanan dengan harga murah.
Namun begitu, permasalahan buka terletak hanya pada harganya, tetapi diketahui pemilik rumah makan tersebut bukan orang Minangkabau.
BACA JUGA:Prabowo Pisahkan Kementerian Koperasi dan Kementerian UMKM, DPR RI: Peluang Koperasi Tumbuh Besar
BACA JUGA:Gedung Kopegmar di Koja Kebakaran, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah
Hal ini dinilai dapat merusak kredibilitas masakan Padang itu sendiri yang merupakan salah satu kekayaan kuliner Indonesia.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Dr Listiyono Santoso, SS, MHum menganggap bahwa peristiwa tersebut merupakan perilaku yang cukup problematik karena telah menyangkut soal identitas primordial suku tertentu.
“Bagi orang Minangkabau terminologi rumah makan Padang itu tidak hanya mencerminkan soal jenis makanannya, melainkan juga tata cara makan dan berbagai norma yang melekat di dalamnya," terang Listiyono, dikutip dari laman resmi Unair, 9 November 2024.
BACA JUGA:Katalog Promo Indomaret Hari ini 10 November 2024, Susu Vidoran Xmart Mulai Rp65 Ribuan
BACA JUGA:Lagi, Kemkomdigi Take Down 8.086 Konten Judi Online di Website dan Twitter
Oleh karena itu, dijelaskannya, rumah makan Padang bagi orang Minangkabau bukan sekadar nama, tetapi juga meliputi identitas adat istiadat.
Sementara itu, peristiwa ini juga dipicu oleh unsur primordialisme, yakni upaya untuk mempertahankan identitas primordial (seperti suku, agama, ras, adat istiadat, dan daerah kelahiran) dari masyarakat Minangkabau.
“Hanya saja, memang perlu kearifan dalam memberikan ruang sehingga egoisme sektoral primordial tidak menjadi klaim eksklusif yang melarang orang lain menggunakannya, terutama dalam konteks NKRI," tuturnya.
Malahan, identitas priomordial ini, menurutnya, sebaiknya menjadi bagian dari duta budaya yang mempersatukan satu sama lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: