Eliminasi TBC, 6 Saran Epidemiolog agar Skrining Lebih Efisien dan Hemat Biaya

Eliminasi TBC, 6 Saran Epidemiolog agar Skrining Lebih Efisien dan Hemat Biaya

Dr. Dicky Budiman, B.Med MD M.Sc.PH PhD-news.griffith.edu.au-

JAKARTA, DISWAY.ID - Epidemiolog memiliki saran untuk pemerintah yang menargetkan agar Indonesia mampu mengeliminasi penyakit tuberkulosis. 

Menurut Dicky Budiman, Epidemiolog dan Ahli Ketahanan Kesehatan, ada sejumlah cara untuk skrining TBC yang lebih efisien. 

“Mengingat salah satu program unggulan Pak Prabowo adalah pengendalian atau bahkan eliminasi TB, maka saya memberi rekomendasi strategi skrining TB yang relatif hemat biaya, ada sejumlah cara,” katanya. 

BACA JUGA:Menkes Budi Gunadi Ungkap 3 Kandidat Vaksin TBC, Ini Asal Negaranya

Eliminasi TBC

Berbagai langkah dapat dilakukan untuk melakukan skrining penyakit TBC demi mengeliminasi jumlah kasus. Apa saja?

BACA JUGA:Soal Eliminasi TBC, Kemenkes Tingkatkan Temuan Kasus Dulu, Targetkan 1 Juta di 2025

1. Penggunaan Algoritma Skrining Berbasis Gejala

Pendekatan pertama adalah menggunakan algoritma skrining berbasis gejala TB yang sudah direkomendasikan WHO, seperti batuk lebih dari dua minggu, penurunan berat badan, demam, dan keringat malam.

Skrining berbasis gejala ini bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih atau kader kesehatan, dan dapat diterapkan di fasilitas layanan kesehatan primer, komunitas, serta dalam kegiatan posyandu atau klinik mobile.

Pendekatan ini memungkinkan deteksi kasus-kasus yang dicurigai TB dengan biaya yang sangat rendah sebelum dilakukan tes diagnostik lebih lanjut.

BACA JUGA:Penanganan TBC Masuk Quick Win Presiden Prabowo, Covid-19 Jadi Biang Kerok Penularan!

2. Pemanfaatan Tes Diagnostik Cepat dan Efisien seperti Xpert MTB/RIF

Tes molekuler seperti Xpert MTB/RIF sangat disarankan oleh WHO untuk mendeteksi TB dan resistensi rifampisin secara cepat. Tes ini lebih akurat daripada mikroskopis dahak tradisional dan memberikan hasil dalam beberapa jam.

Untuk memaksimalkan efisiensi, tes ini bisa dilakukan hanya pada pasien yang teridentifikasi melalui skrining berbasis gejala sebagai “kasus suspek,” sehingga menurunkan jumlah tes yang diperlukan.

Pusat-pusat layanan kesehatan bisa menggunakan satu atau beberapa unit Xpert untuk wilayah yang lebih luas, dan mengumpulkan sampel dahak di fasilitas terdekat untuk kemudian dikirimkan ke pusat pemeriksaan dengan jadwal tertentu.

BACA JUGA:Targetkan 2030 Bebas TBC, Dinkes DKI Canangkan RW Siaga

3. Melibatkan Kader Kesehatan dalam Skrining dan Pemantauan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads