Kalah Cantik
Airin Rachmi Diany.--
SOAL Pilkada, saya mengaku: kalah oleh perusuh Disway. Tulisan saya kemarin pun dianggap bukan karya jurnalistik –maksudnya, mungkin, tidak ada unsur eksklusifnya.
"Kenapa tidak menulis tentang Banten saja. Kan Airin kalah di sana?" tulis salah satu komentar.
Mungkin ia kaget melihat Airin kalah. Mengapa wanita secantik Airin bisa kalah. Kurang cantik apa dia, "i"-nyi lebih dari lima. Saya suka gemetar setiap kali salaman dengan Airin.
Kenapa kalau laki-laki ganteng sering menang –kecuali Jenderal TNI Purn Andika Perkasa di Pilgub Jateng.
Saya pun menghubungi beberapa tokoh Banten.
"Anda kaget?"
"Tidak".
"Kenapa tidak?"
"Kali ini Airin tidak berkutik. Operasi bagi-bagi amplop dari tim Airin banyak ketahuan. Lalu mereka ditangkap," ujarnya.
Di Banten dibentuk tim gabungan penegakan hukum Pilkada. Semua pelanggaran Pilkada ditangani tim itu. Termasuk mereka yang ketahuan membagi uang. Tim itu gabungan kejaksaan, kepolisian, Bawaslu, dan KPUD.
Saya juga tidak kaget. Jauh sebelum Pilkada saya melakukan podcast dengan Andra di Jakarta. Saya tertarik pada pribadi Andra. Khususnya sebagai anak manusia.
Andra sosok rendah hati dengan latar belakang sebagai "orang biasa".
"Berarti Anda ini bisa menghayati kehidupan orang miskin," kata saya.
"Bukan hanya menghayati. Saya bagian dari kemiskinan itu," jawabnya.
Andra pernah jadi TKI. Ilegal pula. Andra masuk Malaysia, katanya, lewat jalur tikus. Lalu bekerja secara gelap di Pahang.
Saat Andra SMA, Prabowo Subianto menjabat Danjen Kopassus. Gagah. Tegap. Tegas. Berwibawa.
Sosok Prabowo jadi kebanggaannya. Termasuk ketika Prabowo berhasil mengirim tim pendaki ke Mount Everest. Bendera Merah Putih berkibar di puncak gunung tertinggi di dunia itu.
Kebanggaannya pada sosok seperti Prabowo mungkin bermula saat Andra tidak pernah terpilih ikut baris-berbaris di sekolah.
"Badan saya pendek sekali," katanya.
Sepulang dari Malaysia, Andra membuka usaha: jasa pengiriman barang. "Barangnya TKI untuk seluruh Jawa," katanya.
Ketika Prabowo mendirikan partai, Andra mendaftar jadi anggota. Secara online. Lewat email. "Tidak pernah direspons," katanya lantas tertawa.
Di Pemilu 2014 Andra mendaftar sebagai caleg. Kali ini mendapat respons. Disetujui.
"Waktu itu Gerindra masih sulit cari caleg," katanya. Suara Gerindra pun, di Banten, naik dua kali lipat.
Pemilu berikutnya Andra maju lagi. Suara Gerindra naik drastis lagi. Andra terpilih lagi. Lantas jadi ketua DPRD provinsi Banten.
Di Pemilu barusan Andra kembali terpilih. Tapi ia mengundurkan diri. Ia dapat perintah langsung dari Prabowo untuk menjadi calon Gubernur Banten.
Andra sadar lawannya adalah Ratu Banten dari keluarga dedengkot Banten.
Airin, adalah keluarga Ratu Atut, Gubernur Banten yang sangat legendaris. Atut yang kemudian ditangkap KPK masih punya jaringan yang luas.
Karena itu Golkar sempat kebakaran jenggot ketika tiba-tiba PDI-Perjuangan memberikan rekomendasi kepada Airin. Apalagi Airin juga tidak keberatan kalau harus mengenakan jas merah –warna khas partai Banteng.
Kelanjutannya Anda sudah tahu: Golkar secara mendadak memberikan rekomendasi kepada Airin.
Golkar sempat dikecam mengapa mengabaikan kader terbaiknya. Mengapa Golkar memberikan rekomendasi justru ke Andra.
Anda betul: Banten adalah wilayah pertempuran yang dahsyat. Setara dengan DKI Jakarta dan Jateng. Dan ternyata Andra yang menang. Menurut quick count selisihnya sangat besar: 15 persen.
Airin sebenarnya sudah berusaha maksimal. Dia lebih banyak turun ke lapangan dari pada Andra. Mungkin justru Airin sendiri yang paling kaget soal kekalahan itu.
Akan berbuat apa Andra di Banten?
Saya kembali menonton podcast saya dengan Andra. Begitu banyak yang ingin ia lakukan.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 28 November 2024: Dramatik Datar
Juve Zhang
Pak Bos lupa ada ke ajaiban di Banten.... Dinasti Bu Atut yg legenda bisa tumbang ....ini yg harusnya pak Bos bahas......kenapa dinasti Bu Atut bisa kalah.?....
Liam Then
Sehabis baca tulisan Pak Bos, dibuat kepikiran, pas sekali juga muncul komentar Ko Yang An tentang Pak Ilham Habibie. Yang saya pikirkan adalah pertanyaan, tentang mana yang lebih baik antara dua tipe pemimpin ; generalis atau spesialis untuk negara dengan karakteristik seperti Indonesia? Juga untuk provinsi-provinsinya. Generalis sering diasosiasikan sebagai "jack of all trades, master of none", tapi saya baca banyak kualitas istimewa dari tipe generalis yang bisa mencetak jenis pemimpin yang baik. Hmmm....sekarang saya kepikiran dua hal, apakah kita di Indonesia ini, keseringan dapat tipe "specialist" ? Kwkwkwkwkkw.
Wilwa
Di pilwalkot Solo, jagoan Banteng kalah telak. Hanya diberi 40 persen. Jagoan duo kuku bima (istilah Juve) menang telak 60 persen di kota Solo. Banteng tumbang oleh Celeng? Catatan sejarah: Istilah celeng (atau babi hutan) pertama kali muncul ketika Uban yang didukung Mulyono ditolak Mak Banteng yang mencoba mencalonkan Sang Putri. Pendukung Uban disebut Celeng. Mak Banteng yang tersinggung atas dukungan Mulyono ke Uban mulai arogan dengan menyebut Mulyono petugas partai. Yang bikin jengkel pendukung Mulyono. Bisa jadi ini awal mula perselisihan Mulyono dengan Mak Banteng. Dan ketika Mak Banteng menyerah setelah elektabilitas Sang Putri tak naik-naik dan mulai berpikir mendukung Uban, prahara gagalnya FIFA U20 di Indonesia terjadi, gegara politisasi sepakbola oleh para kader Banteng, termasuk Uban, membuat Mulyono banting stir mendukung Gemoy, puncaknya Samsul jadi wakil Gemoy. Pelajaran penting: Jangan main-main dengan sepakbola yang digemari rakyat namdua. Konon kini Emil kalah, salah satu sebabnya karena pernah menghina Jakmania. Hmmm
Juve Zhang
Lucu komentar pak Bos..... kalau merasa gak kuat jangan maju.... nyusahin banyak orang....Kalau Petinju Bayaran sudah teken kontrak untuk kalah dan bayaran nya 25 ember Pertamax ...apakah petinju bayaran yg di setel untuk kalah itu akan mundur dari pertandingan???? Tentu tidak 25 ember Pertamax itu duit Pak Boss bukan gepokan Daun Pisang......kalau Bang Udin Salemo disuruh Tanding untuk Kalah dibayar 25 ember Pertamax saya kira beliau akan bahagia lahir batin...... Kalaupun Si Doel menang itu harus berterimakasih sama Mahasiswa Yg hidung nya patah....gigi patah....kepala benjol....tanpa perjuangan Anak Mahasiswa dan SMA yg kemaren demo sampai benjol benjol....hanya ada dua pasangan RK dan Petinju Bayaran ....25 ember Pertamax bukan Gepokan Daun Pisang siapapun siap jadi "petinju bayaran".... kontrak sudah diteken.....buyar skenario Sang Juragan Besar gara gara demo mahasiswa dan anak SMA yg sampai berdarah darah......kalau si Doel menang itu 100% kemenangan Rakyat Yg Naik Oplet .....Rakyat kelas Sandal jepit....bukan Rakyat naik Gulfstream......wkqkkq...Paj Bos kali ini pura pura jadi anak SMA yg "tak tahu" ada lowongan kerja jadi "petinju bayaran".....yg jelas bayaran 25 ember Pertamax siapapun akan siap jadi petinju bayaran.....hanya jalan kaki ha hi ha hi sana sini semua "logistik " all in sudah disiapkan.....selesai bertinju tabungan nambah 25 ember Pertamax.... nikmat nya hidup di Afrika Timur bagian Barat daya......wkwkwk
Er Gham
Mengapa RK kalah suara dibanding si Doel? Ini analisa lucu lucuan aja: 1. KIM gak solid. Beberapa partai kurang suka wakilnya RK dari PKS. 2. Partai PKS juga kurang solid karena sebelumnya melawan KIM plus di pilpres. 3. Ketua timses nya kurang bisa adaptif terhadap permasalahan nomor 1 dan 2. 4. Banyak yang kurang suka dengan ketum golkar. Partainya RK. Apalagi dengan kasus gelar S3 nya di UI. 5. RK didukung mantan presiden yang saat ini kurang populer akibat isyu dinasti politik. Terutama dari para pendukung Abah. Demo besar di DPR terkait perubahan undang undang pilkada adalah salah satu contohnya. 6. RK punya gaya sunda yang kental. Efektif di Bandung atau Jawa Barat. Tapi kurang luwes saat berhadapan dengan warga Jakarta.
Mbah Mars
Anak-anak TK sedang diajar lomba lari oleh gurunya. Di dada mereka ditempelkan kertas bernomor 1, 2 , 3 dan 4. Setelah para siswa sudah dalam mode siap di garis start, guru mulai menghitung: “Satu…dua…tiga…lariiii”. Semua siswa berlari kecuali Bolkin. “Kamu kenapa diam saja ? tidak lari”, tanya guru. “Tadi Bu guru kan bilang: 1, 2, 3 larii. Saya no 4 Bu. Belum dipanggil”, jawab Bolkin.
heru santoso
Sepertinya tidak ada Pilkada di Disway. Di hari Pilkada Serentak hari ini pun yang dibahas bukan politik. Itu tulisan baru kemarin pagi. Serasa kedelai. Hari ini njedul tempe. Pilkada rasa tempe juga dibahas. Dan tidak ada nilai jurnalistiknya kecuali "hanya sekedar tidak ketinggal arus utama". Audiences juga ga akan membacanya, karena sudah overflow berita pilkada disetiap media. Media apapun Saya pun membaca tulisan ini karena sudah kebiasaan buka CHD sambil ngopi pagi. Ditengah bacaan berharap ada refleksi atau opini tentang demokrasi lokal dari penulis. Sampai akhir tulisan belum juga menemukan harapan itu. ......Semoga ada dari komentar para perusuh
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
PILKADA SERENTAK DATAR..? Pak Dahlan Iskan menganggap pilkada serentak kali ini terasa datar. Ya wajar saja. Karena tahun ini kandidat-kandidat terlalu sibuk bikin konten TikTok dan bukan pidato kampanye. Jadi, yang kita lihat cuma video joget sambil tagline: "Coblos saya, pilihan bijak, ye ye ye!". Pilkada rasa aplikasi hiburan. Juga suasananya datar karena rakyat sudah terlalu lelah dengan janji-janji yang itu-itu saja. Mau janji jalan mulus, listrik lancar, atau ekonomi membaik, ujung-ujungnya tetap ban bocor kena lubang jalan, mati lampu waktu final bola, dan dompet lebih tipis dari wafer. ### Untuk Pilkada mendatang kayaknya perlu ada "fitur baru". Misal "debat kandidat antar propinsi"..
iwan
Abah belum tau kalau plesetan PILKADA adalah PIlih Kalau Ada DAna, Hahahahahaha
Liáng - βιολί ζήτα
Opung Hendro Purba, Masalah "money politics" itu sangat kompleks, maka untuk membersihkan money politics perlu sinergi seluruh komponen bangsa, dari perundang-undangannya, dari penegakan hukumnya, dari partai politiknya, dari calonnya, dari pemilihnya. Masalah yang sangat kompleks tersebut diperlukan upaya yang luar biasa untuk mengatasinya, juga perlu waktu yang mungkin cukup panjang untuk membudayakan anti money politics tersebut. Sepertinya, sekarang-sekarang ini, hanya ada 2 pilihan... jika Seseorang berniat terjun ke dunia politik dan berminat menjadi calon legislatif ataupun calon kepala pemerintahan baik di daerah maupun di pusat, maka akan sangat sulit bagi Orang tersebut untuk bersih dari money politics, karena atmosfirnya memang seperti itu, Orang tersebut tidak mungkin berbeda sendiri dan sudah bisa dipastikan Orang tersebut akan terjungkal lebih awal. Pilihan kedua... ya sekalian saja jangan terjun ke dunia politik, nanti saja... setelah atmosfirnya bersih dari polusi money politics.
Wilwa
Pemenang pilgub Jakarta yang sebenarnya adalah Golput! Berdasarkan utak atik angka setelah barusan Pramono mengumumkan kemenangan 03 sebesar 50,07% dari hitungan internal partai atau 2,183 juta+ suara. Ini berarti total pemilih yang memberikan suaranya hanya sekitar 4,35 juta (=2,183 : 0,5007) dari sekitar 8,2 juta penduduk Jakarta yang terdaftar sebagai pemilih. Persentase Golput di Jakarta 47%! Jangan-jangan ini tertinggi secara nasional. Pramono sebenarnya hanya memperoleh sekitar 26,5% dari 8,2 juta DPT. Hmmm
Hendro Purba
Mana yang melanggar hukum ? a. Calon memberi uang kepada DPP partai. b Calon memberi uang kepada rakyat. c Calon memberi uang kepada KPU/Panwas. d. Calon memberi uang kepada buzzer.
Mirza Mirwan
Pilkada 2024 ini benar-benar apes untuk paslon yang diusung Partai Banteng. Kecuali paslon di Jakarta yang, meski belum resmi, Pram-Rano sudah deklarasi kemenangan dengan 50,07%. Dari Banten, Jabar, Jateng, dan Jatim semua paslon dari Banteng keok. Di kota saya paslon dari Banteng juga keok dalam pilwalkot. Di kabupaten tetangga pun begitu. Padahal paslon di kabupaten tetangga ini anak-anak muda yang pinter-pintur. Cabup berusia 33 tahun, bergelar S.STP -- Sarjana Sains Terapan Pemerintahan -- dari IPDN dan S-2 dari Stikubank. Ia rela mundur dari PNS. Sementara cawabup lebih muda lagi. Baru 29 tahun. S-1 dari FISIP UI, S-2 dari LSE -- London School of Economics and Political Science dengan beasiswa LPDP. LSE itu almamaternya Prof. Dr. Juwono Sudarsono. "Kasiman, ya, Pak," bunyi chat Si Kecil pas rehat siang tadi. "Paslon yang pinter-pinter kalah sama paslon yang bagi-bagi minyak goreng dan amplop 30rb." "Ah, mosok, sih, Dik!" "Itu kata temen-temen Ifa, Pak." Mungkinkah jalan pikiran pemilih seperti jalan pikiran Bu Rosidah, tetangga saya yang guru SMP? Gegara kebenciannya pada Ketum Banteng membuatnya ogah memilih paslon dari Banteng? Dalam kasus paslon di kabupaten tetangga masih bisa dimaklumi. Dari 45 kursi DPRD, Banteng hanya punya 10 kursi, kok. Eh, masih ditambah minyak goreng dan amplop 30rb dibagi-bagikan paslon pesaing.
Em Ha
Di antara pilkada yang pernah aku ikuti, pilkada kemaren adalah yang paling santai. Seperti halnya pilpres lalu. Siapapun yang menang 'nothing to lose'. Kebetulan malam 27 Nop hujan hingga pagi hari. Anak liburan ke rumah neneknya. Suasana syahdu sunyi sepi. Coblosan sudah dimulai malam itu juga, pagi ngulang lagi. Saking asiknya, tinta biru itu tercelup di jari 1 jam menjelang penutupan TPS. Di TPS duduk santai, kutak katik handphone cek wa dan email. Ternyata inbox gmail full sejak mei lalu. Hapus yang tak perlu, muncul email dari Redaksi Disway yang belum terbaca. 30 Mei seharusnya menjadi hari yang terindah. Air Zamzam dari Abah lewat begitu saja.
Jadwal Sholat Pro
Sudah dipadahi kada usah maju pian cil ay, tatap aja pian bakaras maju. Masih untung paman kawa lapas untingan kapika. Kalo kada, rugi, tedua kali pian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 140
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google