Kesatria dari Jogja, Langkah Penting Gus Miftah Membangun Bangsa

Kesatria dari Jogja, Langkah Penting Gus Miftah Membangun Bangsa

KH Imam Jazuli Lc MA-Dok.Disway.id -Disway.id

IBARAT sebuah pepatah, layu sebelum berkembang. Ini kesan pertama setelah viral berita tentang seorang da'i muda dari Yogyakarta, KH Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden.

Sikap kesatria semacam ini mengingatkan kita pada budaya Samurai di Jepang, dimana seorang Gubernur Prefektur Shizuoka, Heita Kawakatsu, juga mengundurkan diri dari jabatannya setelah sempat berkata pedagang sayur dan sapi adalah orang-orang yang kurang cerdas.

Setelah memastikan keputusan mengundurkan diri bukan karena tekanan atau permintaan pihak manapun, Gus Miftah mengatakan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa jauh lebih penting dari jabatan apapun.

BACA JUGA:Memahami Dengan Sederhana Konsep Ukhuwah Islamiyah

Ia boleh menjabat atau tidak menjabat sama sekali, persatuan dan kesatuan bangsa harus terjaga.

Gus Miftah telah menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Presiden dan seluruh rakyat Indonesia atas semua kekhilafan. Ia mengaku dirinya lahir sebagai anak jalanan, bergaul dengan para preman, berdakwah di klub malam, sehingga tidak mudah baginya untuk menyesuaikan diri dengan basa-basi para pejabat negeri. Dari mana ia berasal, begitu karakter khas terbentuk.

Sebagian pihak menilai bahwa sikap Gus Miftah mengundurkan diri sebagai keberhasilan atau kekuatan suara netizen. Tuntutan publik berhasil meraih tujuan utamanya. Namun pihak lain meyakini bahwa kritisisme netizen hanya ampuh bagi orang-orang yang berhati lembuh seperti Gus Miftah.

Kelompok terakhir ini juga meyakini bahwa kritisisme dan hujatan netizen tidak akan ampuh apabila berhadapan dengan "bajingan" bangsa dan negara yang sesungguhnya, yang lebih memilih kekuasaan dari pada kebenaran.

Terlepas dari pro kontra pilihan sikap Gus Miftah, penulis telah banyak menyaksikan tokoh publik yang dihujat oleh netizen karena perkara korupsi dan kriminal lain, namun tetap kekeh mempertahankan jabatannya. Pada periode sebelumnya, seorang presiden dituntut mundur oleh publik dari jabatan kepresidenannya.

Seorang menteri dituntut mundur dari jabatan di kementeriannya. Seorang anggota DPR juga dituntut mundur. Bahkan, seorang Jaksa Agung juga dituntut mundur dari jabatannya. Mereka dituntut mundur tetapi tidak berhasil.

Bangsa dan negara Indonesia akan semakin berkembang dan besar di masa depan apabila memiliki pemimpin yang berjiwa kesatria, seperti Jepang yang memiliki pemimpin berjiwa samurai. Setiap pemimpin, yang berani mengambil sikap untuk mengundurkan diri apabila mengecewakan rakyat, patut dicontoh seperti Gus Miftah atau Heita Kawakatsu. Jabatan kekuasaan yang diserahkan kepada mereka yang meminta-minta akan berubah menjadi bumerang yang menghancurkan.

BACA JUGA:Tingkat-tingkat Kewalian

Memberikan Kesempatan Kedua

Keputusan terakhir ada di tangan Presiden. Layak atau tidaknya Gus Miftah mengundurkan diri ditentukan oleh Presiden. Pantas atau tidaknya satu kesalahan pejabat publik diganjar dengan hukuman pemecatan tergantung keputusan Presiden. Presiden Prabowo sendiri adalah kesatria yang dilahirkan oleh TNI sehingga paling otoritatif membaca jiwa kesatria seseorang.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads