Akademisi Kaji Untung Rugi Penghapusan Kuota Impor oleh Prabowo: Jadi Keranjang Limbah Produk Dunia

SITUASI PELABUHAN BALTIMORE pada 10 April 2025. Aktivitas bongkar muat barang ekspor-impor cukup terpengaruh kebijakan tarif.-JIM WATSON-AFP-
JAKARTA, DISWAY.ID - Rencana penghapusan kuota impor Presiden RI Prabowo Subianto hingga kini masih terus menjadi perbincangan di kalangan Pakar Ekonomi. Pasalnya, kebijakan ini juga merupakan ujian atas kesiapan fondasi Ekonomi nasional.
Menurut Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik FEB UPNVJ serta Wakil Direktur German Centre UPNVJ, Freesca Syafitri, penghapusan kuota secara teoritis akan meningkatkan efisiensi pasar melalui kompetisi yang lebih terbuka.
BACA JUGA:Tak Terima Diputus Cinta, Pemuda di Tangerang Nekat Aniaya Mantan Kekasih dan Pacar Barunya
“Konsumen diuntungkan karena mendapatkan akses terhadap produk yang lebih variatif dan lebih murah,” ucap Freesca ketika dihubungi oleh Disway, pada Jumat 11 April 2025.
Namun di sisi lain, Freesca menambahkan, pelaku usaha domestik akan menghadapi tantangan besar karena harus bersaing langsung dengan produk-produk asing yang umumnya diproduksi dalam ekosistem industri yang lebih matang dan efisien.
Dalam hal ini, ketiadaan kuota impor berarti bahwa pelaku industri lokal kini berada dalam arena terbuka, menghadapi pemain global dengan sumber daya yang jauh lebih besar.
“Produk dari Tiongkok, India, Eropa Timur, bahkan Vietnam, dapat masuk dengan harga yang lebih rendah namun kualitas kompetitif. Ketika konsumen mengejar harga terbaik, produsen lokal yang memiliki struktur biaya tinggi dan kapasitas produksi terbatas berisiko kehilangan pangsa pasar,” jelas Freesca.
BACA JUGA:Anggota Komisi XI DPR Apresiasi Penundaan Tarif Impor oleh Trump: Angin Segar untuk Pasar Global
BACA JUGA:Hadapi Ketidakstabilan Perekonomian Global, Apa Untung Rugi TKDN dan Impor Dilonggarkan Prabowo?
“Dalam konteks ini, UKM menjadi pihak yang paling rapuh. Mereka tidak hanya berhadapan dengan persoalan klasik seperti akses pembiayaan dan teknologi, tetapi juga tekanan harga dari pemain asing yang bisa melakukan dumping,” tambahnya.
Selain itu, Freesca juga menambahkan ancaman lain yang tak kalah serius adalah Indonesia menjadi pasar pelimpahan surplus global akibat perang dagang antar negara besar seperti AS dan Tiongkok.
“Ketika produk mereka ditolak pasar utama karena tarif tinggi, produk tersebut akan dibuang ke negara berkembang seperti Indonesia. Situasi ini berpotensi menjadikan Indonesia sebagai “keranjang limbah produk dunia”, yang pada akhirnya memperburuk defisit neraca perdagangan dan menggerus daya saing industri nasional,” jelas Freesca.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: