Driver Ojol Menjerit! Kerja Rodi 12 Jam Sehari Dapat Rp 50 Ribu, Mana Janji 8 Juta?
Nasib driver Ojol semakin miris dan terhimpit-dok disway-
Djoko juga menyebut bahwa bisnis transportasi daring sebenarnya tergolong gagal.
"Transportasi daring bisnis gagal, drivernya kerap mengeluh dan demo. Sementara pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar," jelasnya.
Padahal, para pengemudi bekerja 8–12 jam sehari tanpa jaminan pendapatan yang stabil.
"Pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan," papar Djoko.
Selain pendapatan, aspek regulasi juga belum sepenuhnya berpihak pada pengemudi ojol.
"Bekerja tidak dalam kepastian, status keren sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas," tegas Djoko terhadap ketidakjelasan status hukum para pengemudi.
BACA JUGA:Detik-Detik Polisi Bubarkan Tawuran di Pluit, Pelaku Bawa Senjata Tajam dan Molotov
Ia juga menyoroti perlunya menjadikan sepeda motor ojol sebagai angkutan umum secara resmi agar pengemudi mendapatkan perlindungan hukum dan sosial yang layak.
"Kota Agats (Kab. Asmat) sejak 2011 sudah menerapkan ojek sebagai angkutan umum dan kendaraan pelat kuning. Kab. Asmat sudah memiliki Perda dan Perbup yang dapat mengatur ojek sebagai angkutan umum," ujarnya.
Untuk melindungi pengemudi dari dominasi aplikator swasta, Djoko mengusulkan agar pemerintah turut serta dalam sistem transportasi daring.
"Jika pemerintah ingin melindungi warganya, dapat dibuatkan aplikasi dan diserahkan ke daerah untuk dioperasikan. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat aplikasi untuk usaha taksi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: