Dihalangi PDIP, Fadli Zon Ngotot Lanjutkan Proyek Penulisan Ulang Sejarah: Tak Ada Sejarawan Mundur!
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia akan terus berjalan meskipun mendapatkan penolakan dan kritik dari sejumlah pihak, termasuk Fraksi PDI Perjuangan. --Fajar Ilman
BACA JUGA:Fadli Zon Sebut Stairlift di Candi Borobudur Kemungkinan Dibangun Permanen
Ia juga membantah kabar bahwa sejumlah sejarawan mundur dari proyek ini.
"Enggak ada sejarawan mundur. Setahu saya enggak ada. Ini dari 34 perguruan tinggi kok," ucapnya.
Lebih lanjut, Fadli menyebut akan segera bertemu dengan DPR untuk melakukan konsultasi lanjutan.
"Besok saya ketemu," pungkasnya.
Kontroversi Pernyataan Fadli Zon Soal Perkosaan Massal Mei 1998: Dikecam Sebagai Penyangkalan Sejarah
BACA JUGA:Menbud Fadli Zon Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat, Jangan Ada Investasi yang Merusak Alam!
Sementara proyek penulisan ulang sejarah nasional terus berjalan, kontroversi muncul dari pernyataan Fadli Zon terkait tragedi perkosaan massal perempuan Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998.
Dalam sebuah wawancara, Fadli menyebut peristiwa tersebut sebagai sekadar "rumor" — sebuah istilah yang langsung memicu kritik keras dari berbagai pihak, termasuk organisasi HAM.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa pernyataan Fadli menunjukkan bentuk penyangkalan terhadap sejarah kelam bangsa Indonesia.
"Pernyataan ini sebenarnya positif, sayangnya ia masih tidak bisa menyembunyikan penyangkalannya terhadap kejadian perkosaan masal tersebut.
Justru pernyataan Menteri Kebudayaan itu yang tidak terlihat berhati-hati secara akademik karena ia menggunakan istilah rumor," kata Usman Hamid dalam zoom meeting yang diinisiasi Aliansi Keterbukaan Sejarah (AKSI), Selasa 17 Juni 2025.
Usman menilai penggunaan istilah "rumor" sebagai kekeliruan fatal, karena pada tahun 1998, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah sudah menyerahkan laporan resmi kepada Presiden B.J.
Habibie dan mengakui bahwa kejahatan kemanusiaan itu memang terjadi.
"Ketiadaan posisi Menteri Kebudayaan di dalam TGPF dapat diartikan bahwa Menteri Kebudayaan sekarang ini tidak punya otoritas sama sekali untuk memberi penilaian, memberi penilaian apa yang terjadi pada peristiwa kerusuhan Mei itu. Apakah ada perkosaan masalah atau tidak?" kata Usman.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: