Sinergi Dua Program PSN Lewat Revitaliasi Tambak Terlantar Komoditas Ikan Nila Salin
Ilustrasi nila salin-Ilustrasi-
PEMERINTAH Indonesia secara resmi mempunyai 77 program strategis nasional diantaranya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Revitalisasi Akuakultur berkelanjutan. Program MBG yang digagas pemerintah merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama bagi anak-anak usia sekolah. Ketersediaan gizi seimbang, khususnya dari sumber protein hewani, menjadi elemen kunci keberhasilannya. Namun, tantangan besar datang dari keterbatasan pasokan protein yang terjangkau.
Konsumsi protein ikan, dapat memberikan manfaat nyata bagi kualitas konsumsi pangan anak-anak. Kandungan asam amino esensialnya mendukung pertumbuhan fisik dan imunitas yang optimal. Selain itu, daya cerna yang tinggi serta kandungan omega-3 pada ikan telah terbukti mendukung perkembangan otak dan kecerdasan anak. Ikan juga dikenal sebagai sumber protein yang terjangkau, menjadikannya pilihan tepat untuk menyokong program strategis nasional seperti seperti MBG. Di tengah kondisi ini, muncul peluang yang selama ini kurang mendapat perhatian: pemanfaatan kembali tambak udang terbengkalai, khususnya yang banyak tersebar di kawasan Pantura Jawa.
Tambak-tambak udang di berbagai kawasan selama ini mengalami penurunan produktivitas akibat intrusi air laut, penyakit, dan kegagalan usaha budidaya. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dari total 300.501 hektar tambak udang di Indonesia, sekitar 247.803 hektar tergolong tambak tradisional dengan produktivitas hanya 0,6 ton per hektar per tahun. Kawasan yang banyak tambak terbengkalai, salah satunya adalah daerah Pantai Utara Jawa (Pantura). Pantura sendiri sudah tidak menjadi prioritas revitalisasi komoditas udang, karena dianggap telah jenuh dan penurunan daya dukung lingkungannya. Justru di sinilah letak tantangan dan potensinya: alih-alih dibiarkan terbengkalai, tambak ini masih bisa produktif dan dikembangkan menjadi pusat produksi komoditas selain udang yang cocok dengan karakter lingkungan setempat, seperti halnya komoditas ikan nila salin.
Kandungan Gizi Unggul untuk Tumbuh Kembang Anak
Dibandingkan dengan sumber gizi lain, daging ikan menawarkan gizi yang unggul. Kandungan protein dengan kandungan asam amino esensialnya tinggi, lemak jenuhnya rendah, dan kaya omega-3. Zat gizi tersebut sangat penting bagi perkembangan otak dan saraf anak. Konsumsi ikan secara rutin berkontribusi terhadap perkembangan kognitif, meningkatkan daya fokus, dan mengurangi risiko stunting, serta pada orang dewasa bahkan dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Dalam konteks MBG, introduksi daging ikan nila sebagai menu konsumsi, menjadi pilihan rasional dan strategis.
BACA JUGA:AgTech-AI: Meningkatkan Pangan dan Peluang Kerja
BACA JUGA:Sekolah Kedinasan Melukai Cita-Cita Indonesia Emas 2045
Nila salin merupakan hasil seleksi adaptif yang dirancang untuk bertahan di lingkungan dengan kadar salinitas tinggi. Sejak 2014, BPPT dan KKP telah meneliti dan mengembangkan varietas ini sebagai solusi pemanfaatan lahan marginal. Di Indonesia, terutama di tambak-tambak terbengkalai, ikan ini memiliki potensi besar karena tidak memerlukan banyak penyesuaian infrastruktur dan mampu tumbuh dengan baik di air payau.
Keunggulan nila salin tidak hanya pada ketahanannya terhadap salinitas, tetapi juga pada efisiensi budidayanya. Ikan nila yang umumnya tumbuh optimal pada salintas dibawah 10 ppt dan akan menurun pada 15 ppt, Ikan nila salin dapat tumbuh bahkan dengan salinitas yang mendekati 25 ppt menjadikannya komoditas yang cocok untuk perairan payau. Selain itu budidaya komoditas ini tidak membutuhkan keahlian yang tinggi seperti membudidayakan udang. Dalam konteks ketahanan pangan, keunggulan ini menjadi kunci dalam menyediakan pasokan protein dengan biaya yang lebih terjangkau.
Revitalisasi Tambak: Efisien, Ramah Lingkungan dan Tantangan
Salah satu indikator potensi kesuksesan dari pemanfaatan tambak terlantar adalah efisiensi biaya. Sebagian besar tambak masih memiliki struktur dasar seperti pematang dan saluran irigasi yang dapat digunakan kembali. Revitalisasi tambak, dibanding membuka lahan baru, tentu jauh lebih cepat, murah, dan ramah lingkungan.
Tambak-tambak ini, yang sebelumnya dianggap terbengkalai dan tidak menghasilkan, kini berpotensi menjadi pusat produksi pangan dan kehidupan ekonomi sirkuler baru. Inisiatif ini juga sejalan dengan program Revitalisasi Akuakultur Berkelanjutan dari KKP. Penerapan sistem biosekuriti, IPAL, serta sertifikasi CBIB akan memastikan praktik budidaya dilakukan secara aman, efisien, dan lestari.
Meski potensinya besar, program ini tetap menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah belum tersedianya SOP yang final dan terdistribusi secara nasional untuk budidaya nila salin. Sejak 2020, KKP telah menguji model budidaya di beberapa lokasi dengan pemberitaan yang menjanjikan hasil yang memuaskan. Namun, meski Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2023 telah menetapkan rekomendasi teknologi budidaya nila salin, penerapan SOP teknis di lapangan masih sangat terbatas.
BACA JUGA:Ada Apa di Balik Pemecatan Sepihak Pengurus Serikat di PT YMMA?
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
