Ketika Media Menggugat Dirinya Sendiri, Dahlan Iskan adalah Jawa Pos (2 End)

Ketika Media Menggugat Dirinya Sendiri, Dahlan Iskan adalah Jawa Pos (2 End)

Peristiwa menarik bukan karena berita besar, tapi karena sebuah langkah hukum dari internal sebuah media besar ke tokoh yang sangat lekat dengan sejarahnya.-Harian Disway-

JAKARTA, DISWAY.ID - Satu peristiwa menarik perhatian publik media beberapa waktu ini. Bukan karena berita besar. Tapi karena sebuah langkah hukum dari internal sebuah media besar terhadap tokoh yang sangat lekat dengan sejarahnya.

Nama lembaganya: Jawa Pos. Bukan soal siapa yang benar. Bukan soal siapa yang menang. Tapi ini soal cara. Soal bagaimana institusi media menangani perbedaan dan konflik di dalam rumahnya sendiri.

Ketika media menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan internal yang bersifat sejarah dan relasi, itu bukan sekadar langkah hukum.

BACA JUGA:Dibesarkan dengan Cinta, Dibalas Air Tuba - Jawa Pos adalah Dahlan Iskan - 1

BACA JUGA:Polisi Tunggu Hasil Tes DNA Jasad Pegawai Kemendagri, Bakal Makan Waktu Dua Minggu

Itu langkah yang sarat risiko. Bukan hanya risiko hukum. Tapi risiko reputasi. Risiko kehilangan simpati publik. Risiko kehilangan kepercayaan.

Karena publik tak hanya melihat substansi perkara. Publik juga membaca tanda. Dan media, sepanjang sejarahnya, bukan hanya kumpulan berita—ia adalah tanda. Ia adalah simbol nilai. Tempat bertemunya kepercayaan dan informasi.

Itulah kenapa langkah menyeret nama yang sudah menjadi bagian dari narasi media ke jalur polisi bisa menimbulkan guncangan. Bukan hanya ke dalam. Tapi juga ke luar. Ke mata publik. Ke hati para pembacanya.

BACA JUGA:Lurah Cipinang Muara Bantah Ada Pungli di Rekrutmen PPSU!

BACA JUGA:Syarat Rumah Subsidi dengan Pinjaman Syariah Tanpa BI Checking, Solusi Hunian Bebas Riba

Persoalannya bukan pada legal atau ilegal. Tapi pada etika dan cara. Di mana media seharusnya menjadi ruang dialog. Menyelesaikan perbedaan dengan kepala dingin. Bukan dengan saling tuding di ruang publik yang gaduh.

Banyak institusi tumbuh besar karena menjaga cerita baiknya. Bukan karena selalu sempurna. Tapi karena tahu kapan harus memelihara warisan dan kapan harus membuka ruang perbaikan.

Media adalah lembaga yang menjaga demokrasi. Tapi ia juga harus menjaga dirinya sendiri. Jangan sampai, karena satu keputusan yang terburu-buru, justru mengguncang bangunan yang sudah lama disusun.

BACA JUGA:Rano Tantang Anak Muda, Management Trainee PAM JAYA Didorong Cetak Pegawai Kompeten

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads