bannerdiswayaward

BPS Tetapkan Rp20 Ribu per Hari Sebagai Batas Garis Kemiskinan, Ini Respons Para Ekonom

BPS Tetapkan Rp20 Ribu per Hari Sebagai Batas Garis Kemiskinan, Ini Respons Para Ekonom

BPS Tetapkan Rp 20 Ribu per Hari sebagai Batas Garis Kemiskinan, Ini Respons Para Ekonom-Istimewa-

"Kebutuhan tersebut dibedakan menjadi dua, kebutuhan makanan dan non makanan. Kebutuhan makanan ya seperti beras dan lauk pauknya. Sedangkan kebutuhan non makanan seperti listrik dan sebagainya," jelas Nailul ketika dihubungi oleh Disway.

BACA JUGA:Prabowo Siapkan Kejutan Besar di HUT RI ke-80, Wamenekraf: Pertama Kali Diadakan!

BACA JUGA:KPK Usut Dugaan Korupsi di Kasus PT PP, Modusnya Proyek Fiktif hingga Keterlibatan Subkontraktor

"Memang adanya intervensi diskon tarif listrik membuat harga tidak melambung dan garis kemiskinan akhirnya naik tipis saja. Padahal, jika dampak dari diskon tarif listrik bersifat temporer sehingga jika dilakukan setelah intervensi bisa jadi garis kemiskinan akan naik cukup tajam. Padahal PHK baik tajam di bulan Maret-Juni 2025," tambahnya.

Melanjutkan, Nailul juga menambahkan bahwa penghitungan garis kemiskinan juga melibatkan dari sisi daya beli.

Dalam hal ini, kenaikan garis kemiskinan yang tipis bisa disebabkan daya beli masyarakat yang memang melemah sehingga harga akan cenderung stagnan.

"Jadi daya beli lemah ini menurunkan permintaan. Dampaknya GK akan naik sangat tipis. Inilah kelemahan menghitung kemiskinan melalui konsumsi," jelas Nailul.

Harus Ada Kejelasan dari BPS

Sementara itu, perbedaan mencolok terjadi dalam laporan kemiskinan Indonesia antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia.

BACA JUGA:BMKG Tegaskan Gempa Rusia Picu Peringatan Tsunami di Indonesia Setinggi 50 Cm, Masyarakat Jangan Abai

BACA JUGA:Prabowo Ungkap WA Terakhir Kwik Kian Gie: Saya Merasa Dekat, Masih Sempat Beri Nasihat

BPS mencatat tingkat kemiskinan per Maret 2025 sebesar 8,74 persen atau sekitar 23,85 juta jiwa.

Namun, Bank Dunia menyebut angka tersebut jauh lebih tinggi, mencapai 68,2 persen dari total penduduk atau setara 194 juta jiwa.

Menurut BPS sendiri perbedaan ini terjadi karena perbedaan metodologi.

BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN), yang menghitung pengeluaran minimum untuk makanan dan non-makanan berdasarkan standar konsumsi nasional.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads