Kandidat Ketum ILUNI UI 2025 Diminta Tunjukkan Integritas dan Tak Terlibat Korupsi
ILUNI FK UI meminta Presiden RI Prabowo Subianto mencopot Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin.-dok disway-
JAKARTA, DISWAY.ID - Aula pemilihan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) 2025-2028 dipenuhi semangat demokrasi.
Poster kandidat terpampang, orasi visi-misi bergema pada pelaksanaan adu gagasan kedua Caketum ILUNI UI di Kampus UI Depok pada Selasa (12/8/2025) lalu.
BACA JUGA:Polemik Royalti Musik Sudah Sepatutnya Dihentikan: Hal Remeh Diributkan, Transparansi Diabaikan!
BACA JUGA:ICW Desak KPK untuk Tindaklanjuti Laporan Dugaan Korupsi Gas Air Mata
Mahasiswa Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Michael Graceson menyebutkan kandidat Ketum ILUNI UI seharusnya dari sosok berintegritas dan tidak terlibat skandal kasus korupsi.
Namun ia menyayangkan di balik sorak-sorai itu, bayangan skandal besar mengintai. Salah satu calon, Ivan Ahda, disebut-sebut berada di tengah pusaran kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Nama Ivan tak asing di lingkaran kebijakan pendidikan. Selaku Deputy Executive Director di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) 2019-2024, ia diduga terlibat dalam lingkaran pengadaan Chromebook yang dipromosikan sebagai langkah strategis memperkuat digitalisasi sekolah.
PSPK ikut menggelar riset, diskusi kebijakan, dan memberi masukan yang kemudian mengarah pada pengadaan massal perangkat tersebut. Dalam proses itu, diduga kuat posisi Ivan menempatkannya di meja-meja rapat penting mulai dari forum penyusunan rekomendasi hingga presentasi hasil riset yang menjadi dasar kebijakan.
BACA JUGA:Kebocoran Data Dalam Pemilihan ILUNI UI 2025 Diharapkan Tak Untungkan Pihak Tertentu
Masalah muncul ketika aroma penyimpangan tercium. Harga satuan Chromebook diduga membengkak jauh di atas harga pasar. Mekanisme tender dipertanyakan, dan distribusi perangkat disebut tak merata.
Sejumlah analisis menunjukkan adanya kesalahan desain kebijakan yang justru menguntungkan segelintir pihak. Jejaknya kembali menelusuri peran PSPK sebagai simpul legitimasi, di mana Ivan diduga berada di garis depan.
Keterlibatan PSPK dalam tahap formulasi kebijakan membuatnya berada di wilayah yang disebut “proximity of corruption” — jarak dekat dengan pusat keputusan yang melahirkan kebijakan bermasalah.
BACA JUGA:APBN 2026 Tembus Rp3.786 Triliun, Buat Apa Saja?
Dalam konteks hukum, jabatan Ivan sebagai Deputy Executive Director tidak bisa dilepaskan dari doktrin pertanggungjawaban kelembagaan (corporate liability doctrine).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
