Sempat Dicolek Purbaya, BGN Ungkap Alasan Serapan Anggaran MBG Rendah

Sempat Dicolek Purbaya, BGN Ungkap Alasan Serapan Anggaran MBG Rendah

Kepala BGN Dadan Hindayana --Annisa Zahro

JAKARTA, DISWAY.ID- Badan Gizi Nasional (BGN) secara blak-blakan mengungkap alasan rendahnya serapan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tahun 2025, yang baru mencapai sekitar 18,6% atau Rp13,2 triliun dari pagu Rp71 triliun per 8 September 2025.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menekankan bahwa penyerapan anggaran sangat bergantung pada jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur produksi makanan yang beroperasi.

"Penyerapan anggaran sangat bergantung pada pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG)," tegasnya.

BACA JUGA:Gerindra Sentil Kementerian ESDM terkait Potensi Kelangkaan BBM di SPBU Swasta

Meski program ini diluncurkan sejak 6 Januari 2025 sebagai salah satu prioritas Kabinet Merah Putih untuk membangun SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045, tantangan implementasi awal menjadi penghambat utama.

Dadan Hindayana menyatakan bahwa "mesin penyerapan anggaran" MBG adalah jumlah SPPG, di mana satu unit SPPG yang berdiri dan beroperasi dalam sehari bisa menyerap hingga Rp1 miliar. Namun, di awal pelaksanaan, serapan terhambat karena "banyak orang yang tidak yakin program ini akan jalan", sehingga pembangunan SPPG lambat.

Hingga September 2025, BGN telah membangun 7.453 SPPG yang menjangkau 22 juta penerima manfaat, melampaui target 7.000 unit, tetapi masih jauh dari target akhir tahun sebanyak 33.000 unit untuk 82,9 juta penerima.

BGN mengidentifikasi tiga kunci sukses MBG: anggaran, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur. Anggaran dan SDM tidak menjadi masalah besar, tetapi infrastruktur menjadi bottleneck.

BACA JUGA:Menkeu Purbaya Digugat Tutut Soeharto, PTUN Sidang 23 September 2025, Terkait Apa?

Berikut alasan utama rendahnya serapan berdasarkan penjelasan BGN:

1. Kurangnya Keyakinan Stakeholder: Di fase awal, banyak pihak—termasuk pemerintah daerah dan mitra—ragu program nasional sebesar ini akan terealisasi, sehingga lambat dalam menyiapkan dukungan. Hal ini memperlambat pembentukan SPPG, yang langsung berdampak pada penyerapan.

2. Kendala Lahan dan Koordinasi Pemda: Pembangunan SPPG terhambat ketersediaan lahan. Sebanyak 260 pemerintah daerah (pemda) belum mengusulkan lahan hingga Juni 2025, padahal target minimal tiga SPPG per kabupaten/kota/desa/kelurahan. Kemendagri menegur pemda tersebut, karena lahan milik pemda/desa bisa dipinjam BGN untuk dibangun. Tanpa lahan, SPPG tidak bisa dibangun, dan serapan anggaran mandek. Hingga semester I 2025, serapan hanya Rp5 triliun (7,1%), disebabkan jumlah SPPG masih sedikit.

3. Implementasi Bertahap dan Kesiapan Infrastruktur: Program dirancang bertahap: tiga bulan pertama hanya 3 juta penerima (serapan ~3%), naik ke 6 juta mulai Mei-Juli (Rp7 triliun/bulan). Pada Agustus, target 9,1 triliun tercapai Rp13,2 triliun (lebih baik), tapi keseluruhan lambat karena kecepatan infrastruktur. BGN hanya biayai 1.542 SPPG via DIPA 2025, sisanya via kemitraan swasta/komunitas. Target September: 14.000 SPPG untuk 42 juta penerima (Rp37,86 triliun); Oktober: 21.000 SPPG untuk 63 juta (Rp59,55 triliun); November-Desember: 31.000 SPPG untuk 82,9 juta (Rp20 triliun/bulan).

4. Monitoring dan Transparansi: Purbaya mengkritik kurangnya tindak lanjut dari Kemenkeu sebelumnya, meski realisasi Juni hanya Rp5 triliun (7%). BGN menargetkan lonjakan signifikan akhir tahun, dengan 5,58 juta penerima semester I.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads