bannerdiswayaward

Lemahnya Regulasi Makanan dan Minuman Tinggi Gula Ancam Kesehatan Anak Indonesia

Lemahnya Regulasi Makanan dan Minuman Tinggi Gula Ancam Kesehatan Anak Indonesia

UNICEF dalam laporan Child Nutrition Report 2025 menyoroti meningkatnya paparan anak terhadap iklan makanan dan minuman tinggi gula dipasarkan secara agresif mengancam kesehatan anak Indonesia.-dok disway-

BACA JUGA:3 Cara Klaim Saldo DANA Gratis Rp292.000 ke Dompet Elektronik Hari Ini, Cek Syaratnya

BACA JUGA:Andre Rosiade: Silakan Patrick Kluivert dan Kawan-Kawan Semua Pergi!

Namun demikian, dampak dari iklan yang menyesatkan tersebut masih terasa hingga kini.

Banyak masyarakat yang masih menganggap kental manis sebagai minuman susu untuk anak, dengan alasan kebiasaan turun-temurun dan pengaruh persepsi lama yang belum sepenuhnya hilang.

Oleh karenanya, pengawasan iklan dan distribusi produk tak bisa dipandang sebelah mata. Lebih lanjut, Nida berharap pemerintah dapat membuat kebijakan pangan secara komprehensif.

Mulai dari pelabelan hingga pemasaran produk yang mudah diakses oleh anak-anak.

BACA JUGA:Timnas Indonesia Gagal ke Piala Dunia, Erick Thohir Minta Maaf

BACA JUGA:Timnas Indonesia Lepas Mimpi ke Piala Dunia 2026, Fans Garuda: Jujur, Kalau Harus Gagal Lebih Pilih Sama STY

“Kebijakan ini harus meliputi label depan kemasan berbasis bukti, pembatasan pemasaran produk tidak sehat, serta lingkungan pangan sehat di sekolah,” tegas Nida.

Senada dengan itu, Peneliti dari Universitas Internasional Batam (UIB) Rahmi Ayunda dalam salah satu tulisannya memaparkan keberadaan ruang digital yang sangat ramai menjadikan promosi dan iklan UPF menjadi begitu dekat dengan masyarakat.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indoenesia (APJII) pada 2024 mencatat 221,6 juta pengguna internet (sekitar 79.5 persen populasi), dan 9.2 persen di antaranya anak di bawah 12 tahun. 

“Artinya, jutaan anak menghabiskan waktu di jalan raya informasi, di mana promosi menyatu dengan hiburan. Iklan tak selalu tampil sebagai iklan; bisa berupa tantangan lucu, ulasan jujur, atau karakter favorit yang menyarankan camilan manis," tulis Rahmi.

"Di sinilah aspek hukum menjadi krusial, anak belum memiliki kapasitas kognitif untuk membedakan mana hiburan dan mana ajakan membeli, sehingga mereka berhak atas proteksi khusus dari praktik promosi yang mengecoh,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads