Bolehkah Non-Muhrim Bersalaman? Sebuah Tinjauan Hukum Diperbolehkan dengan Catatan
Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, Imam Jazuli memberi usulan terkait islah Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya dengan Rais 'Aam.--
DALAM kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana kita perlu berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahram kita. Salah satu bentuk interaksi yang sering kali menjadi perdebatan adalah bersalaman dalam konteks suasana penuh kekeluargaan. Pertanyaannya, apakah hukumnya boleh atau tidak?
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa bersalaman dengan non-muhrim diharamkan, tetapi dengan kasus tertentu diperbolehkan, asalkan tidak ada syahwat atau memastikan tidak adannya keinginan yang tidak baik. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab Mausuah Fiqhul Islam, bahwa ulama dari beberapa madzhab dan juga Ibnu Taymiyah mengharamkan praktik tersebut.
Sedangkan ulama dari Madzhab Hanafi memberikan catatan bahwa keharaman itu berlaku sejauh perempuan muda tersebut dapat menimbulkan syahwat sebagaimana keterangan berikut ini:
وَأَمَّا مُصَافَحَةُ الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ الأجْنَبِيَّةِ الشَّابَّةِ فَقَدْ ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الرِّوَايَةِ الْمُخْتَارَةِ، وَابْنُ تَيْمِيَّةَ إِلَى تَحْرِيمِهَا، وَقَيَّدَ الْحَنَفِيَّةُ التَّحْرِيمَ بِأَنْ تَكُونَ الشَّابَّةُ مُشْتَهَاةً، وَقَال الْحَنَابِلَةُ : وَسَوَاءٌ أَكَانَتْ مِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ كَثَوْبٍ وَنَحْوِهِ أَمْ لاَ
Artinya, “Perihal jabat tangan seorang laki-laki dengan perempuan muda bukan mahram, ulama Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali dalam riwayat pilihan, serta Ibnu Taimiyah memandang keharamannya. Tetapi Ulama Madzhab Hanafi memberikan catatan keharaman itu bila perempuan muda tersebut dapat menimbulkan syahwat. Sedangkan Madzhab Hanbali mengatakan, keharaman itu sama saja apakah jabat tangan dilakukan dengan alas seperti pakaian, sejenisnya, atau tanpa alas,” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 37, halaman 359).
BACA JUGA:Nabi Muhammad SAW dan Tradisi Saling Memberi dari Ahlus Suffah dan Darul Arqam
BACA JUGA:Xpose Uncensored dan Pesantren dalam Perspektif Komunikasi dan Public Relations
Dasar pengambilan hukum antara yang melarang dan membolehlan setidaknya pada dua hadis utama, yang pertama adalah bersumber dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Sementara bagi Syaikh Ali Jum'ah ini dhaif, disebabkan ke-dha’if-an perawinya, yaitu Syaddad bin Sa’id.
Hadis kedua bersumber pada kitab Mukhtaṣar Ṣaḥīh al-Imām al-Bukhārī,
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ عَلَيْنَا أَنْ: لاَ يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا, وَنَهَانَا عَنِ النِّيَاحَةِ، فَقَبَضَتِ امْرَأَةٌ مِنَّا يَدَهَا …
Dari Ummi ‘Athiyyah r.a. (diriwayatkan) ia berkata, Nabi saw telah membaiat kami –perempuan anshar- dan membacakan kepada kami “tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu pun” dan juga melarang kami untuk meratapi (mayat) lalu di antara kami ada yang mendekap (berjabat tangan) dengan kedua tangan Rasulullah.
Selain itu, ada pendapat yang mengacu pada riwayat yang dinukil oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya:
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: