Ilmuwan Dorong Dialog Global soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau Berbasis Sains

Ilmuwan Dorong Dialog Global soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau Berbasis Sains

Mantan Direktur Penelitian, Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), Prof. Tikki Pangestu, menyoroti lambatnya adopsi strategi pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR), dan dikaitkan dengan bukti--Istimewa

Sehingga banyak pihak, termasuk WHO dan pembuat kebijakan, tidak percaya pada niat industri meskipun kini berupaya beralih ke produk yang lebih rendah risiko.

Hambatan kelima adalah upaya untuk mengalihkan perdebatan dari usaha berhenti merokok menjadi fokus pada nikotin dan kecanduan, serta risiko bagi generasi muda. 

"Pengguna vape dewasa 15 kali lebih banyak dibandingkan anak muda. Jadi mengapa fokusnya beralih dari membantu perokok dewasa yang ingin berhenti ke anak muda yang merupakan minoritas? Sangat sedikit bukti bahwa mereka akhirnya menjadi perokok," terangnya.

Prof. Tikki menilai, kelima hambatan tersebut melahirkan konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan publik yang tidak proporsional hingga meningkatnya perdagangan gelap produk tembakau alternatif di negara-negara yang melarangnya.

Ia mencontohkan kasus di Australia, di mana larangan terhadap vape justru memicu perdagangan ilegal lintas negara. “Ketika Anda melarang sesuatu, Anda mendapatkan pasar gelap, penyelundupan, dan bahkan kekerasan dalam penjualan,” jelasnya.

BACA JUGA:Sistem Ekosistem Kuat, Kemenperin Ungkap Kontribusi Besar Industri Tembakau ke Perekonomian Nasional

Langkah ke Depan: Dialog, Kolaborasi, dan Kepemimpinan

Untuk mengatasi hambatan tersebut, Prof. Tikki menguraikan tiga strategi utama atau yang menurutnya krusial bagi masa depan kebijakan kesehatan global berbasis bukti.

Pertama, diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengubah posisi WHO melalui dialog yang lebih konstruktif, inklusif, dan terbuka tentang nilai serta potensi produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat.

“Melalui dialog yang lebih inklusif, konstruktif, dan terbuka mengenai nilai dan manfaat produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat, negara-negara dapat menentukan kebijakan yang lebih seimbang dan berbasis data,” ujarnya.

Kedua, memobilisasi dukungan lintas pemangku kepentingan termasuk konsumen dewasa, investor, media, akademisi, asosiasi profesional, asuransi kesehatan, hingga penegak hukum untuk memperkuat advokasi kebijakan yang mendukung inovasi pengurangan bahaya tembakau.

BACA JUGA:Sempat Dikira Mahasiswa, 4 Pemuda Depan Kampus di Jaksel karena Isap Tembakau Sinte

Ketiga, membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara sektor publik, akademisi, dan industri. 

Prof. Tikki menyoroti contoh positif dari Inggris melalui program “Switch to Stop”, yang menyediakan akses kepada produk tembakau alternatif bagi satu juta perokok sebagai bagian dari strategi kesehatan nasional.

BACA JUGA:Sistem Ekosistem Kuat, Kemenperin Ungkap Kontribusi Besar Industri Tembakau ke Perekonomian Nasional

“Kepemimpinan politik sangat penting. Inggris telah menunjukkan bukti kuat bahwa program Switch to Stop membantu masyarakat beralih dari merokok ke produk tembakau alternatif dengan manfaat kesehatan masyarakat yang jelas,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa langkah serupa juga mulai didorong oleh sejumlah negara lain.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads