Dari Lahan Tidur Jadi Kebun Produktif Bentuk Kemandirian Warga, 3 Urban Farming di Timur Jakarta
Di tengah hiruk pikuk kawasan perkotaan Jakarta, gerakan urban farming perlahan tumbuh menjadi lahan hijau yang membawa manfaat ekonomi dan sosial bagi warga sekitar.-dimas rafi-
JAKARTA, DISWAY.ID - Di tengah hiruk pikuk kawasan perkotaan Jakarta, gerakan urban farming perlahan tumbuh menjadi lahan hijau yang membawa manfaat ekonomi dan sosial bagi warga sekitar.
Salah satunya adalah di wilayah Buaran Citra Lestari, Kelurahan Penggilingan, serta area BKT di Kelurahan Malaka Jaya dan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit.
Dari lahan tidur dan bantaran kali, kini wilayah tersebut menjelma menjadi kebun produktif yang ditanami dengan berbagai sayuran, buah-buahan, hingga ikan yang dapat dikonsumsi.
Ina selaku Sekretaris Urban Farming Buaran Citra mengisahkan cikal bakal lahirnya kebun hijau ini.
Urban farming Buaran Citra terbentuk pada akhir tahun 2021 saat pemerintah gencar mendorong program urban farming di perkotaan.
"Tadinya ini lahan tidur. Pak RW dan Bu RW melihat tanah kosong di RW 13, kemudian berinisiatif memanfaatkannya,” ungkap Ina saat dijumpai Disway.Id di lokasi pada Rabu, 5 November 2025.
BACA JUGA:Real Madrid Targetkan Rp1,9 Triliun Rekrut Wonderkid Juventus, Tantangan dari Chelsea Menanti
BACA JUGA:Jose Mourinho Tinggalkan Fenerbahce, Nguras Dompet Klub dengan Tagihan Hotel Mahal Usai Pemecatan
“Saat itu kami bekerja sama dengan Pemerintah Kelurahan Penggilingan. Pak RW mulai menggarap lahan sedikit demi sedikit," kenangnya.
Adapun sebagai modal awal berasal dari swadaya masyarakat, sedangkan bantuan dari pemerintah berupa tenaga PPSU dan bibit sayuran serta ikan.
Hingga saat ini, lahan seluas sekitar 1.500 meter persegi tersebut telah menjelma menjadi pusat kegiatan warga, mulai bercocok tanam hingga budidaya ikan lele dan nila.
"Kita menanam pakcoy, sawi, seledri, cabai, tomat, terong, hingga labu. Ada juga pohon buah seperti jambu, mangga dan lengkeng,” terang Ina.
“Hasil panen kita jual ke warga dengan harga lebih murah dari pasar, di mana keuntungannya dipakai lagi untuk pembiayaan operasional," jelasnya.
Selain ditanami dengan berbagai macam jenis sayuran serta buah-buahan, urban farming ini juga terdapat kolam ikan yang diisi dengan lele dan nila.
BACA JUGA:Mantan Bintang Manchester United Ini Jual Rumah Rp120 Miliar, Fasilitasnya Bikin Melongo!
BACA JUGA:Diprediksi Lanjutkan Tren Naik, Ini Prediksi Terbaru Analis untuk IHSG
Setiap panen, hasil sayuran bisa mencapai 10 kilogram lebih dan penjualannya dilakukan langsung ke warga sekitar melalui grup PKK, RT, dan RW dengan harga terjangkau.
"Kalau Pakcoy kita jual Rp5.000 per seperempat kilogram. Lebih murah dari tukang sayur atau pasar, sehingga mendapatkan sambutan positif dari warga. Uangnya kami putar lagi buat operasional, mulai untuk pembelian pupuk, bibit hingga pakan ikan," tutur Ina.
Tidak hanya sebagai sumber pangan, kebun ini menjadi sarana rekreasi dan pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga serta pensiunan yang gemar bertani.

Dari lahan tidur dan bantaran kali menjelma menjadi kebun produktif yang ditanami dengan berbagai sayuran, buah-buahan, hingga ikan yang dapat dikonsumsi.-dimas rafi-
"Awalnya warga sempat bingung, tapi setelah dijelaskan manfaatnya, mereka ikut mendukung. Sekarang malahan banyak yang ikut bercocok tanam," paparnya.
Bagi Ina, keberadaan urban farming bukan sekadar menyalurkan hobi bercocok tanam, tetapi juga sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan perkotaan.
"Dari skala kecil saja di RW 13, warga sudah bisa mendapatkan sayuran segar tanpa harus ke pasar. Kalau gerakan ini terus berkembang dan mandiri, bisa masuk ke ranah UMKM serta koperasi dan membantu program pemerintah dalam pasokan pangan," terang dia.
BACA JUGA:Jose Mourinho Tinggalkan Fenerbahce, Nguras Dompet Klub dengan Tagihan Hotel Mahal Usai Pemecatan
BACA JUGA:Mantan Bintang Manchester United Ini Jual Rumah Rp120 Miliar, Fasilitasnya Bikin Melongo!
Gerakan serupa juga terjadi di bantaran kali Banjir Kanal Timur (BKT). Asep Purwasukmana yang merupakan PPSU Kelurahan Malaka Jaya mengisahkan bahwa proyek Urban Farming di wilayahnya dimulai tahun 2023.
Urban farming ini diungkapkan atas inisiatif Camat Duren Sawit yang didukung oleh Sudin Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Timur.
"Waktu itu mengusung semangat 'Tancap Duit – Tanam Cabe Duren Sawit'. Kami mulai dari nol, membersihkan batu, gali tanah, serta pemasangan pagar yang dilakukan dengan bergotong royong," jelas Asep.
Meski menghadapi tantangan seperti tanah kapur, cuaca panas ekstrem, hingga banjir yang merendam lahan sampai dua kali, semangat para pengelola tak pernah padam.
BACA JUGA:Momen 2 Guru Luwu Utara Menangis Haru, Terima Surat Rehabilitasi Langsung dari Presiden Prabowo
BACA JUGA:Cara Mengajukan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta Lewat Offline dan Online untuk UMKM
Dengan keteguhan itu, saat ini kebun di BKT telah ditanami lebih dari 10 jenis tanaman, mulai dari cabai rawit, kembang kol, singkong, hingga jagung dan tomat.
Bahkan hasil kerja keras mereka telah dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
"Setiap panen bisa menghasilkan hingga puluhan kilogram. Hasilnya dijual ke warga sekitar dengan harga di bawah pasar dan uangnya dipakai untuk beli pupuk serta bibit baru," jelasnya.
Dari hasil panen terakhir, Urban Farming BKT mencatat capaian mengesankan. Di mana, panen singkong kurang lebih 150 Kg, terong Ungu 17–18 Kg, tomat 11–12 Kg, bawang merah 7–8 Kg dari 4 bedeng, labu madu 6 Kg dan kangkung 15 Kg.
Saryatno, Petugas PPSU dari Urban Farming Pondok Kopi menambahkan jika kolaborasi antar kelurahan di Kecamatan Duren Sawit terus terjalin.
Lahan seluas sekitar 1.000 meter persegi di BKT kini disulap menjadi area Urban Farming Pondok Kopi, tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman pangan segar.
"Kami saling berbagi pengalaman dan hasil panen. Tidak ada saingan, malah saling dukung," kata Saryatno.
BACA JUGA:Tahta RAJA Memanas! Keluarga Keraton Solo Pecah Jelang Penobatan Pakubuwono XIV
BACA JUGA:Kena Imbas Masalah Hukum, Prabowo Pulihkan Nama Baik 2 Guru di Luwu Utara dengan Hak Rehabilitasi
Urban Farming Pondok Kopi dikelola oleh enam petugas PPSU, dengan pembagian tugas harian untuk memastikan lahan tetap produktif.
Saryatno sendiri ditugaskan secara tetap di lapangan untuk mengontrol pertumbuhan tanaman, pemberian pupuk dan perawatan lahan.
"Kita kerja sama, bagi-bagi tugas, sehingga tidak terasa berat, karena semuanya pekerjaan dilakukan dengan gotong royong," ungkapnya.
Adapun luas kebun dengan panjang 100 meter dan lebar 10 meter tersebut saat ini mampu menampung lebih dari 10 jenis tanaman pangan.
Mulai dari bawang merah, cabai rawit, cabai keriting, jagung, kembang kol, sawi putih, singkong, terong, hingga labu tumbuh subur di atas tanah yang dulunya gersang dan tak terpakai.
Hasil panen dari kebun urban ini dijual langsung kepada warga sekitar Pondok Kopi dengan harga terjangkau, bahkan di bawah harga pasar.
"Kalau kangkung, dijual per ikat Rp5.000. Ada juga yang Rp4.000 atau Rp3.000, jadi lebih murah dari di pasar. Uangnya digunakan kembali untuk membeli pupuk dan obat tanaman," jelas Saryatno.
Dalam sekali panen, hasil bisa mencapai 5 sampai 10 kilogram tergantung jenis tanaman dan kondisi cuaca.
Hasil penjualan tidak hanya menjaga keberlanjutan operasional, tetapi juga menjadi bentuk kemandirian ekonomi warga.
Urban farming di Duren Sawit dan Buaran Citra kini menjadi bukti nyata bahwa kemandirian pangan bisa tumbuh dari partisipasi warga lewat lahan tidur yang berubah menjadi hijau, bukan sekedar impian, membuat lahan hijau di jantung Kota Jakarta Timur.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
