Mahasiswa Unggul, Negara Unggul
Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)--
Nilai-nilai itu saya lihat kembali pada mahasiswa yang menerima penghargaan ini: mereka datang dari latar sosial yang beragam, namun dipersatukan oleh semangat belajar dan pengabdian.
Menghindari “Euforia Prestasi”
Dalam acara Student Achievement Award 2025, saya menyampaikan pesan yang sederhana tetapi penting: jangan terjebak euforia. Kebanggaan sesaat adalah musuh ketekunan.
BACA JUGA:Memperkuat Ketahanan Komunitas
BACA JUGA:Wakil Kepala Daerah Sebaiknya Dihapus, Boros dan Tak Efisien
Dalam budaya digital hari ini, di mana validasi hadir lewat “likes” dan “views”, mahasiswa mudah kehilangan kedalaman: lebih mengejar pujian ketimbang pembelajaran.
Di sinilah relevansi pemikiran Byung-Chul Han—filsuf kontemporer Korea-Jerman—dalam The Burnout Society (2015).
Ia mengingatkan bahwa masyarakat modern penuh kelelahan karena tekanan untuk selalu tampil berprestasi.
Untuk itu diperlukan ruang sunyi, disiplin batin, dan jeda reflektif agar prestasi benar-benar menjadi jalan pertumbuhan, bukan beban narsistik.
Dengan kata lain: prestasi harus dipandu adab, bukan adrenalin.
Sosiolog Robert Putnam dalam Bowling Alone (2000) menekankan pentingnya modal sosial—jaringan kepercayaan, kerja sama, dan kohesi sosial—sebagai fondasi kemajuan negara.
BACA JUGA:Momentum Sumpah Pemuda: Generasi Muda Anti Narkoba
BACA JUGA:Menakar Ruang Fiskal Daerah di Tengah Penurunan Transfer dan Peningkatan Beban ASN
Mahasiswa berprestasi adalah bentuk modal sosial itu: mereka bukan hanya cerdas secara individual, tetapi juga bagian dari jaringan besar yang menggerakkan perubahan.
Program Student Achievement Award ini, jika dikelola konsisten, akan melahirkan komunitas alumni yang kuat: intelektual publik, ilmuwan, penghafal Qur’an, inovator teknologi, akademisi, pekerja sosial, dan pemimpin di berbagai bidang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
