bannerdiswayaward

Indonesia, Rumah Baru Islam Dunia: Cerita dari Kampus UIII

Indonesia, Rumah Baru Islam Dunia:  Cerita dari Kampus UIII

Prof. Jamhari Makruf, Ph.D. - Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia –-dok disway-

Tapi yang lebih menarik bukan angka, melainkan karakter Islam Indonesia.

Sejarawan Azyumardi Azra menyebut: “Islam di Indonesia adalah Islam tanpa kekerasan.”

Ia datang bukan lewat pedang, tapi lewat perdagangan dan dialog budaya.

Islam di sini menyesuaikan diri dengan adat, bukan memusuhinya.

Itulah mengapa di berbagai daerah muncul warna Islam yang beragam.

Di Yogyakarta dan Solo, Maulid Nabi dirayakan dengan gunungan nasi raksasa—tradisi Jawa yang diislamkan.

BACA JUGA:MQK Nasional Fiqih Siyasah dan Upaya PKB Mewujudkan Generasi Santri yang Nasionalis

BACA JUGA:Kepahlawanan

Di Madura, gunungan dibuat dari hasil panen; di Aceh, peringatan Maulid diwarnai kenduri bersama di masjid.

Inilah bukti indigenisasi Islam—ketika ajaran universal bertemu bahasa dan budaya lokal.

Islam Wasathiyah: Jalan Tengah yang Mengakar

Dari sejarah itu tumbuh apa yang kini dikenal sebagai Islam Wasathiyah—Islam moderat yang mencari harmoni, bukan konfrontasi.

Azra, dalam banyak tulisannya, menyebut Islam Wasathiyah sebagai masa depan Islam Indonesia: Islam yang inklusif, adil, seimbang, dan nir-kekerasan.

Ciri khasnya: musyawarah, akhlak, dan penghormatan terhadap perbedaan.

BACA JUGA:Pahlawan Baru di Zaman Ilmu

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads