Indonesia, Rumah Baru Islam Dunia: Cerita dari Kampus UIII
Prof. Jamhari Makruf, Ph.D. - Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia –-dok disway-
JAKARTA, DISWAY.ID -- Mengapa belajar Islam di Indonesia? Apa yang bisa dipelajari dari negeri kepulauan yang jauh dari pusat sejarah Islam ini? Pertanyaan itu bukan baru.
Puluhan tahun lalu, sejarawan Australia Anthony Reid—yang baru saja wafat—pernah mengajukannya dalam tulisannya The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia.
Ia heran, mengapa Islam di Indonesia dan Asia Tenggara jarang dijadikan kajian utama di universitas-universitas dunia, terutama di dunia Barat.
BACA JUGA:9 Alasan Menag Nasaruddin Umar Nakhoda Ideal PBNU Mendatang
BACA JUGA:Mahasiswa Unggul, Negara Unggul
Padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Namun di mata pusat-pusat studi Islam internasional, Islam Indonesia tampak seperti “pinggiran”: bukan Mesir, bukan Turki, bukan Iran.
Memang, ada proyek-proyek akademik tentang Indonesia seperti Indonesia Project di Cornell University dan Australian National University, tapi fokusnya biasanya ekonomi, nasionalisme, atau modernisasi—bukan Islam.
Reid menjelaskan ada dua sebab utama mengapa Islam Indonesia tersisih dari panggung keilmuan dunia. Pertama, faktor geopolitik.
Dunia Barat menaruh perhatian besar pada Timur Tengah dan Afrika Utara karena minyak, konflik, dan posisi strategisnya terhadap Israel.
Kawasan Asia Tenggara relatif tenang; tak banyak kepentingan yang membuatnya “seksi” di mata geopolitik Barat.
BACA JUGA:KESEHATAN MENTAL BANGSA
BACA JUGA:Sembilan Alasan Nusron Wahid Layak dan Berpeluang Terpilih Ketum PBNU
Kedua, faktor sejarah peradaban. Pada masa kejayaan Islam klasik, wilayah yang menjadi pusat ilmu dan kekuasaan adalah Arab, Persia, Mesir, Afrika Utara, hingga Andalusia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
