Pakar Hukum Nilai Putusan MK Soal Larangan Polisi Jabat Posisi Sipil Langkah Tepat

Pakar Hukum Nilai Putusan MK Soal Larangan Polisi Jabat Posisi Sipil Langkah Tepat

ILUSTRASI Jenis Kelamin Polri.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

JAKARTA, DISWAY.ID — Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025—yang melarang anggota Polri menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu—sebagai langkah tepat untuk mengembalikan kepastian hukum.

“Sangat tepat, terlepas dari paksaan dan pertimbangannya. Putusan ini menegaskan kembali norma dalam UU Kepolisian yang mewajibkan pengunduran diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan sipil. Selama ini ketentuan tersebut ditafsirkan sebagai pengecualian melalui mekanisme penugasan,” kata Fickar saat dikonfirmasi, Jumat (21/11/2025).

Fickar menilai bahwa penafsiran selama ini tidak hanya keliru, tetapi juga diperkuat oleh pimpinan Polri sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

BACA JUGA:Kemendikdasmen Genjot Penyelesaian 38 Ribu PLT Kepala Sekolah

Menurutnya, putusan MK sekaligus menguatkan langkah Presiden dalam melakukan reformasi institusi kepolisian.

“Putusan ini adalah pembenaran sosiologis sekaligus yuridis atas kebijakan Presiden mereformasi kepolisian,” ujarnya.

Ia menilai praktik penugasan anggota Polri aktif ke jabatan sipil tanpa berhenti terlebih dahulu merupakan persoalan serius, terutama terkait potensi kerugian negara.

“Secara ekonomis maupun sosiologis, ini indikator korupsi. Karena selain menerima gaji Polri, seorang polisi yang menjabat posisi sipil juga menerima pendapatan dari jabatan sipil. Artinya negara membayar dua kali. Ini jelas merugikan keuangan negara dan dalam keadaan normal dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi,” jelas Fickar.

Menurutnya, jika dihitung secara keseluruhan, potensi kerugian negara dari praktik tersebut bisa sangat besar.

BACA JUGA:KPK Tahan 4 Tersangka Dugaan Korupsi di Kabupaten OKU, Ini Konstruksi Lengkapnya

“Bisa dibayangkan berapa uang negara yang dihambur-hamburkan,” ucapnya.

Fickar juga menyinggung bahwa praktik serupa bahkan terjadi di lembaga pemberantasan korupsi.

“Yang ironis, praktik ini juga dilakukan oleh Ketua KPK yang notabene polisi aktif. Jika sudah begini, tidak keliru bila publik menyebut ini sebagai korupsi yang terjadi di atas pemberantasan korupsi,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads