bannerdiswayaward

Antara Hukum Rimba di Jalanan dan Meja Hijau yang Longgar

Antara Hukum Rimba di Jalanan dan Meja Hijau yang Longgar

Polisi mengungkapkan motif pelaku penembakan hansip yang memergoki aksi curanmor di Cakung, Jakarta Timur, karena terdesak kebutuhan hidup-Disway.id/Rafi Adhi-

Adrianus menjelaskan bahwa di lapangan, pilihan bagi pelaku sangat terbatas dan fatal:

“Di jalan itu kan pilihannya tidak banyak: berhasil membawa hasil atau ketangkap dan kena massa.”

Ketakutan terbesar pelaku, menurutnya, adalah pada aksi main hakim sendiri dari massa. Ketakutan inilah yang mendorong mereka mengambil langkah ekstrem, termasuk penggunaan senjata (api atau tajam) dan tindak kekerasan mematikan.

"Jadi, pelaku berani karena terdesak,” simpul Adrianus.

Faktor ekonomi memang berperan sebagai pendorong awal terjadinya niat kejahatan. Namun, ketika niat itu bertemu dengan kesempatan dan ancaman konfrontasi dengan massa, faktor psikologis terdesak menjadi pemicu langsung eskalasi kekerasan yang brutal.

Peningkatan Kewaspadaan dan Strategi Penegakan Hukum

Melihat kecenderungan ini, pakar kriminologi tersebut menekankan dua hal krusial:

  • Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat: Agar kesempatan beraksi bagi pelaku semakin tertutup.
  • Pendekatan Penegakan Hukum yang Strategis: Aparat perlu menekan peluang terjadinya konfrontasi langsung antara pelaku dan warga. Konfrontasi semacam ini terbukti menjadi pemicu kekerasan yang lebih jauh dan mematikan.

Penculikan Anak: Sindikat Longgar yang Bikin Pening

Isu kejahatan yang tak kalah meresahkan adalah maraknya kasus penculikan anak. Meskipun menimbulkan kekhawatiran publik tentang keberadaan sindikat perdagangan orang yang terorganisir, Adrianus Meliala memberikan pandangan berbeda berdasarkan analisis kriminologi.

Motif Ekonomi Dominan, Struktur Masih Sporadis

Adrianus menilai sebagian besar kasus penculikan anak, termasuk contoh kasus Bilqis yang sempat ramai, belum tergolong sebagai kejahatan terorganisir dalam skala sindikat transnasional yang solid.

“Penjualan orang, mengambil contoh Bilqis, belum sampai pada kejahatan terorganisasi. Paling-paling baru sampai kejahatan berkelompok saja, itu pun longgar saja,” jelasnya.

Struktur kejahatan ini masih sporadis, tidak memiliki hirarki yang solid, dan pola operasinya masih acak. Meskipun demikian, Adrianus memperingatkan bahwa kelompok longgar saja sudah bisa menimbulkan keresahan publik yang masif.

  • Motif Utama: Motif ekonomi tetap menjadi faktor utama, terutama jika korban diperjualbelikan dengan nilai tinggi di pasar gelap.

Kelonggaran dalam struktur sindikat penculikan ini justru menjadi tantangan. Karena tidak terpusat, penindakannya memerlukan upaya intelijen yang menyebar dan kolaborasi lintas wilayah yang ketat, apalagi jika perdagangan sudah menggunakan platform digital, seperti yang terjadi dalam modus adopsi ilegal via media sosial.

Kerumitan Hukum: KUHP Baru vs. Konsistensi Penegakan

Di tengah kompleksitas kejahatan jalanan dan sindikat sporadis, peran hukum formal sangat vital untuk menciptakan efek jera. Namun, pengamat Kepolisian, Bambang Rukminto, menyoroti bahwa aturan hukum yang sudah tegas ternyata belum optimal diterapkan, khususnya dalam kasus pengeroyokan.

Pasal 262 KUHP Baru: Ancaman yang Tegas

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads