Sosialisasi Modul Anti-Pencabulan Masuk Lingkungan Pesantren, Ninik: Perempuan Bangsa Hadir untuk Lindungi Santri
Sosialisasi Modul Anti-Pencabulan Masuk Lingkungan Pesantren.--ist
Dalam kegiatan sosialisasi ini, para Perempuan Bangsa menghadirkan dua narasumber, yakni Ning Uswah Syauqi dan Ning Balqis Iskandar.
Ning Uswah turut menjabarkan perbedaan mendasar antara pelecehan, kekerasan seksual serta pencabulan yang seringkali disalahartikan di lapangan.
BACA JUGA:Kado Hari Santri, Prabowo Bentuk Ditjen Pesantren di Bawah Kemenag
Pelecehan ini menurutnya adalah tindakan bernuansa seksual yang tidak diinginkan dan bersifat mengganggu, meskipun tidak selalu melibatkan tindak kekerasan fisik.
"Kekerasan seksual memiliki unsur pemaksaan, ancaman, atau agresi yang menimbulkan trauma serius. Sementara pencabulan merupakan tindakan melanggar kesusilaan yang dilakukan tanpa persetujuan atau terhadap anak di bawah umur," ujarnya.
Ning Balqis Iskandar ikut memaparkan sejumlah data nasional yang menunjukkan betapa seriusnya ancaman kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Dari data Kementerian Agama RI mencatat sedikitnya 30 kasus kekerasan berbasis gender seksual (KBGS) terjadi di lembaga pendidikan Islam dalam tiga tahun terakhir.
"Dan kalau kita melihat lebih luas, laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) tahun 2024 mencatat 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan, dengan 20 persen di antaranya terjadi di pesantren," katanya.
Lebih jauh ia, mengurai data dari Federasi Serikat Guru Indonesia yang menyebutkan bahwa ada 101 anak menjadi korban dalam delapan kasus kekerasan seksual, lima di antaranya terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kemenag.
BACA JUGA:Memahami Keragaman Tradisi Pesantren
Survei nasional juga menemukan bahwa 1,06 persen santri berada pada posisi rentan terhadap kekerasan seksual, atau setara 43.497 santri.
Ning Balqis lantas menegaskan empat mekanisme internal pencegahan pencabulan di pesantren.
- Pertama, pengawasan yang harus diperkuat, misalnya dengan pemasangan CCTV, pembentukan satgas anti-kekerasan, dan membuka ruang cerita bagi santri.
- Kedua, lanjut Edukasi: penyediaan pendidikan seksual komprehensif yang relevan dengan pola kekerasan seksual di pesantren.
- Ketiga, perubahan pola hukuman: menghapus bentuk hukuman yang bernuansa kekerasan.
"Dan yang keempat, pentingnya perbaikan model pengasuhan. Bagaimana caranya? Tidak lain kecuali dengan penguatan pola pengasuhan sebagai pilar utama pencegahan kekerasan seksual," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
