Fondasi Baru Perdamaian Dunia
Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. - Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Ketika dunia masih dipenuhi konflik, polarisasi geopolitik, dan kompetisi kekuasaan yang tak berujung, muncul satu pertanyaan mendasar: masih adakah aktor global yang menempa-dok disway-
BACA JUGA:Tenda Perusuh
Dalam kajian civilization ethics yang dipelopori oleh Bhikhu Parekh (2008), sebuah bangsa hanya dapat menjadi poros peradaban jika mampu menanamkan kejujuran, empati, dan penghormatan pada martabat manusia sebagai standar interaksi sosial.
Etika bukan pelengkap pembangunan; ia adalah fondasinya.
Jika umat Islam berhasil membumikan kejujuran, adab, dan keadilan sebagai standar kehidupan sosial, ekonomi, dan diplomasi, maka kita sedang membangun bukan hanya perdamaian—melainkan peradaban.
Ketika lembaga pendidikan menghormati integritas ilmiah, birokrasi menghargai kejujuran, para pemimpin memberi teladan, dan masyarakat membudayakan saling percaya, maka lahirlah bangsa yang kuat tanpa kekerasan dan disegani tanpa ancaman.
Peradaban dimulai dari hati: dari keberanian untuk memilih kejujuran ketika manipulasi lebih mudah, memilih adab ketika emosi lebih menguntungkan, memilih kerjasama ketika polarisasi lebih populer.
Ketika Indonesia merawat etika ini secara kolektif, kita tidak hanya menjadi “bangsa besar,” tetapi obor kemanusiaan global — bangsa yang tidak menaklukkan dunia, tetapi menyembuhkannya.
Semoga Allah SWT memudahkan ikhtiar kita agar agama kembali menjadi rahmat, bukan sekat; dan agar Indonesia menjadi cahaya perdamaian dunia, bukan hanya besar ukurannya, tetapi besar kontribusinya.
Dunia saat ini dipenuhi kompetisi kekuasaan, tetapi masa depan hanya dapat dibangun melalui kompetisi kebaikan.
Senjata dapat menghentikan perang — tetapi hanya akhlak dan kejujuran yang dapat menghentikan kebencian. Sebagai bangsa besar dengan warisan toleransi, pluralisme, dan tradisi intelektual keislaman yang berakar kuat, Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton sejarah.
Kita harus menjadi penyembuh dunia, bukan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan kecerdasan moral.
Jika umat Islam berhasil membumikan kejujuran dan akhlak sebagai standar kehidupan sosial, pendidikan, dan diplomasi — maka kita sedang membangun bukan hanya perdamaian, tetapi peradaban.
Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk menjadikan agama sebagai rahmat bagi semesta, bukan alasan untuk bermusuhan; menjadikan Indonesia cahaya perdamaian global, bukan hanya besar ukuran demografi.
by: Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. - Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
