BACA JUGA:Indosiar Kembali Datangi Komnas HAM, Klarifikasi Atas Pebedaan Keterangan dan Dokumen
Kemungkinan pertama menurutnya karena ada dokter yang salah memberikan dosis obat ke pasien. Meskipun hal tersebut kemungkinannya sangatlah kecil.
Obat sirup paracetamol disebut dr. Gerry merupakan sebuah obat yang paling sering digunakan oleh dokter-dokter yang ada di Indonesia.
"Jadi, kemungkinan untuk sampai salah kasih dosis obat tuh sangat kecil deh dan nggak mungkin kan semua yang meninggal itu gara-gara anggaplah ada satu dokter ini salah ngasih dosis obat sehingga menyebabkan ada puluhan sampai ada anak-anak meninggal," kata dr. Gerry, seperti dikutip Disway.id dari kanal YouTube Dr. Gerry & Miche pada Jumat, 21 Oktober 2022.
"Itu kan nggak mungkin, pasti kan ada beberapa dokter yang sama-sama meresepkan obat itu, dan ternyata obatnya tercemar maka akhirnya anak itu meninggal, gitu dong," tambahnya.
Kemungkinan kedua disebutnya bisa jadi berasal dari pengasuh atau orang tua yang salah memberikan dosis obat dan tidak memperdulikan anjuran dari dokter.
Misal, dokter menyebut seharusnya anak dikasih 5ml obat sirup paracetamol saja sudah cukup tetapi pengasuh atau orang tua memberikan dosis yang lebih tinggi dengan alasan obat tersebut tidak bekerja dengan baik.
Sama seperti kemungkinan sebelumnya, dr. Gerry menilai sepertinya tidak ada orang tua yang sampai berani untuk melakukan tindakan yang terbilang nekat itu.
"Kayaknya mereka pasti nanya dulu ke dokternya, 'dok, boleh nggak saya naikin (dosisnya)?'. Nggak mungkin tiba-tiba tanpa persetujuan dokter, tanpa nanya, langsung saja dinaikkin dosis obatnya," paparnya.
BACA JUGA:Obat Sirup Paracetamol Masih Dijual Bebas di DKI Jakarta, Pedagang: Belum Ada Pemberitahuan
Kemungkinan yang ketiga yakni bisa saja ada pihak farmasi yang nakal menaikkan senyawa dietilen glikol (DEG) di dalam obat sirup paracetamol.
Tujuan dari potensi tindakan nakal itu demi memperpanjang masa kedaluwarsa obat, mencegah kerusakan yang lebih cepat, dan mungkin dari sisi produksi harga obatnya bisa lebih murah karena menggunakan pelarut yang lebih murah daripada yang lainnya.
Terakhir, kemungkinan yang keempat adalah bisa juga karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selama ini dosisnya itu ada yang sudah diperbolehkan tapi mungkin ada farmasi yang nakal dan pihak pengawas kecolongan.