Kendati demikian, pria kelahiran 10 November 1964 itu mengusulkan, sebaiknya polemik tersebut dilakukan sosialisasi terlebih dahulu untuk meminta pendapat ke lingkungan dan warga sekitar.
BACA JUGA:Ini Peran Para Tersangka Kasus Pengeroyokan di Kafe Kemang yang Tewaskan 1 Korban
Karena, kata Taufik Zoelkifli, di suatu daerah belum tentu semua warganya beragama islam.
Tetapi kembali lagi, menurutnya, jika di suatu tempat atau daerah memiliki budaya Ramadhan yang khas, maka sah-sah saja jika pengeras suara luar itu digaungkan.
" Itu sebaiknya diperbolehkan ya jangan dilarang kalau di suatu daerah memang sudah budayanya, kulturnya seperti itu ya maka sebaiknya tetap diperbolehkan," tandasnya.
Perlu diketahui, pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan atau diarahkan ke dalam ruangan masjid atau mushola.
Sedangkan pengeras suara luar, difungsikan atau diarahkan ke luar ruangan masjid atau mushola.
BACA JUGA:Tersedia Tiket Mudik Tujuan Favorit Warga Jakarta ke Solo, Surabaya, Cirebon, Pesan di Sini!
BACA JUGA:Penjelasan Polisi Soal Motif Pembunuhan Anak Tamara Tyasmara
Hal itu biasanya digunakan sebagai upaya syiar Islam, seperti waktu shalat, pengajian maupun dakwah lainnya.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, kembali mengedarkan aturan penggunaan Pengeras suara menjelang jelang Bulan Ramadhan 1445 Hijriah/2024 yang sebagaimana telah diatur dalam edaran yang diterbitkan pada 18 Februari 2022 lalu.
Edaran itu diantarnaya mengatur volume pengeras suara agar sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 dB (desibel).
Khusus terkait dengan syiar Ramadan, edaran ini mengatur agar penggunaan pengeras suara saat Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
BACA JUGA:KJMU Dicabut, Selama Ini Bermanfaat untuk Pendidikan Mahasiswa Tidak Mampu hingga Jenjang S1
BACA JUGA:Update Operasi Keselamatan Jaya, Berikut Jumlah Pelanggarnya