JAKARTA, DISWAY.ID – Kemendikbudristek menjawab isu polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Ristek Dikti) Abdul Haris mengungkapkan bahwa hanya 3,7 persen mahasiswa baru yang mendapatkan UKT golongan tinggi.
Hal ini disampaikannya pada Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi X pada Selasa, 21 Mei 2024 di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.
BACA JUGA:3 Pesan Keras Surat Terbuka BEM UNS untuk Nadiem Makarim, Protes Mahalnya UKT
Pada kesempatan tersebut, Haris memaparkan sejumlah data terkait penerapan UKT yang dinilai terlalu tinggi dan memberatkan mahasiswa imbas kebijakan terbaru, yakni Permendikbud No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri.
Haris menjelaskan bahwa kebijakan tersebut menerapkan azas berkeadilan dan inklusivitas.
Dengan begitu, UKT masih menggunakan sistem bertingkat atau besarannya bervariasi untuk mengakomodasi keberagaman latar belakang ekonomi mahasiswa.
BACA JUGA:UKT Naik, DPR Pertanyakan Penggunaan Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN
Selain itu, Kemdikbud mewajibkan setiap kampus menyediakan kelompok UKT 1 (Rp500.000) dan UKT 2 (Rp1.000.000).
Haris membeberkan, mahasiswa yang mendapatkan UKT rendah ini mencapai 29,2 persen.
Angka ini semakin meningkat dari tahun lalu, yakni sebanyak 24,4 persen.
Sedangkan untuk mahasiswa yang mendapatkan golongan UKT menengah (kelas 3-7) pada tahun ini mencapai 67,10 persen.
Haris menegaskan bahwa secara keseluruhan, proporsi mahasiswa yang ditempatkan pada kelompok tertinggi (kelas UKT 8-12) sangat kecil.
BACA JUGA:UKT Naik Drastis, Nadiem Komitmen Tingkatkan Jumlah Penerima KIP Kuliah
"Data menunjukkan hanya sekitar 3,7 persen," ungkapnya.
Ia memberikan contoh, mahasiswa Universitas Riau yang masuk dalam kelompok UKT tinggi hanya sebanyak 18 orang.
BACA JUGA:Nadiem Makarim Janji Bakal Hentikan Lonjakan Biaya UKT yang Tidak Masuk Akal
Sedangkan UKT menengah sebanyak 1.241 orang dan UKT rendah sebanyak 8808 orang.
Pihaknya juga menegaskan bahwa mahasiswa yang merasa mengalami kekeliruan dalam penempatan UKT ini, dapat mengajukan banding.
Di hadapan DPR, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa penentuan besaran UKT mahasiswa baru ini harus berlandaskan prinsip berkeadilan.
Sehingga diharapkan tidak ada mahasiswa yang terpaksa putus sekolah karena terkendala biaya UKT.
Menurutnya, kegaduhan di masyarakat terkait UKT ini akibat implementasi yang masih perlu disempurnakan.
"Karena itu, kami akan turun ke lapangan, kami akan mengevaluasi kembali kenaikan-kenaikan (UKT) yang tidak wajar," kata Nadiem.
BACA JUGA:Penjelasan Nadiem Makarim Soal Biaya UKT Semakin Mahal: Mahasiswa Lebih Mampu Membayar Lebih Banyak
Kemudian, pihaknya akan memastikan bahwa proses banding kenaikan UKT bagi mahasiswa yang merasa tidak mendapatkan golongan yang tepat dapat terlaksana dengan baik.
Ia juga memastikan bahwa mahasiswa yang menyuarakan pendapat, termasuk terkait penurunan UKT, tidak akan mendapatkan ancaman, seperti dilaporkan ke polisi maupun pencabutan KIP-K.
Setiap langkah ini akan dilakukan sebelum pihaknya melakukan evaluasi dan revisi Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 yang menjadi polemik.
"Sebelum kami mengevaluasi Permen-nya sendiri, kami akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan implementasinya dulu," tandasnya.
BACA JUGA:Biaya UKT Naik, Komisi X DPR RI Panggil Nadiem Makarim Hari Ini
Ia akan mengidentifikasi masalah yang timbul hingga memunculkan kesalahan interpretasi, termasuk dugaan adanya agenda lain dalam penetapan UKT.
"Harus kita pastikan bahwa perlindungan afirmasi kepada mahasiswa dan perlindungan sosial untuk memenuhi hak mereka mendapatkan pendidikan tinggi. Itu adalah yang pertama harus kita lindungi," pungkasnya.