Rapat Kreditur Hukum PKPU PT Krama Yudha Terkesan Dipaksakan, Tergugat Protes

Jumat 16-08-2024,15:35 WIB
Reporter : Rafi Adhi Pratama
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Rapat Kreditur Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dilakukan Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Hal itu dilakukan membahas kasus yang dialami oleh warga negara asing (WNA) Singapura sebagai ahli waris PT Krama Yudha Rozita dan Ery. 

BACA JUGA:Anak Perusahaan Wika Digugat Lagi, Giliran Wika Realty di-PKPU di PN Jakpus dengan Nilai Hampir 17M!

BACA JUGA:Usai Menang PKPU di Makassar, Bro Ron Spill Lagi Gugatan Terhadap BUMN Karya di PN Jakpus: Nilainya Rp7 Miliar!

Kuasa hukum ahli waris PT Krama Yudha, Damian Renjaan mengatakan rapat digelar untuk membahas utang-piutang dan karena kliennya sedang sakit seharusnya rapat tersebut ditunda namun terkesan dipaksakan untuk tetap lanjut sehingga diserahkan surat pernyataan yang berisi tentang tanggapan atas tagihan Rp1,2 triliun yang diajukan penggugat. 

Kliennya menolak adanya utang karena Akta 78 yang menjadi dasar tagihan adalah pemberian bonus dari alm. Pak Sjarnoebi Said untuk kesejahteraan tiga saudaranya dan satu temannya yang semuanya telah meninggal dunia sehingga kliennya hanya bersedia memberikan kebijaksanaan sekitar 21 Miliar.

"Surat pernyataan yang berisi tanggapan terhadap tagihan yang diajukan sebesar 1,2 triliun. Beliau hanya mau memberikan sekitar 21 Miliar sekian," katanya kepada awak media, Jumat 16 Agustus 2024.

Diungkapkannya, uang Rp 21 miliar itu diberikan atas dasar kebijaksanaan yang diberikan oleh kliennya karena pada faktanya tidak ada utang. 

Surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh Ery dan Rozita selaku ahli waris PT Krama Yudha tersebut telah diserahkan kepada forum dalam rapat kreditur. 

"Intinya adalah Ibu Rozita dan Pak Ery membantah tagihan sebesar 1,2 triliun. Kemudian atas dasar kebijaksanaan, beliau hanya mau memberikan sebesar 21 Miliar sekian tadi. Itu Pointnya," ungkapnya.

Diterangkannya, akibat putusan pailit itu kliennya sakit karena beban mental yang dialami sehingga berharap proses ini berjalan sesuai hukum yang berlaku.

BACA JUGA:Gugatan PKPU Salah Satu Vendor BUMN Dikabulkan di PN Makassar, Ini Isi Putusannya

"Mungkin harapan kita kedepannya supaya proses ini berjalan dengan baik. Kasihan, ibu dan anak ini benar-benar sangat merasa terdzolimi sekali. Beban mental terhadap tagihan yang sebesar ini sangat benar-benar menguras mental beliau hingga jatuh sakit," terangnya. 

Dalam kasus tersebut, Rozita dan Ery merupakan orang yang tidak tahu menahu tentang kesepakatan di hadapan notaris SP Henny Singgih pada 20 April 1998, yang menghasilkan akta notaris dengan nomor 78 (akta 78). Kedua kliennya tidak mengetahui perihal akta 78 karena hanya berstatus ahli waris. 

"Akta itu ditandatangani oleh Kakek dari Pak Ery (Debitur 2) atau Mertua dari Bu Rosita (Debitur 1). Sehingga mereka sama sekali tidak tahu perjanjian ini (akta 78)," ujarnya. 

Kategori :