Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Tebar Ketakutan, Erdogan Telp Puting Ngajak Ngopi

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Tebar Ketakutan, Erdogan Telp Puting Ngajak Ngopi

Pihak Ukraina tolak ultimatum Rusia serahkan kota Mauripol yang akan mengakibatkan penyerangan Rusia terus berlanjut. -Dok.Kantor Pers Presiden Ukraina-

Ibrahim Kalin menyebut ‘ngopi bareng’ dengan Putin adalah cara terbaik untuk melakukan pendekatan, pembicaraan untuk tidak melanjutkan invasi yang terus disorot dunia.

”Presiden Putin berpikir posisi di Donbas dan Krimea tidak cukup dekat untuk bertemu dengan Presiden Zelenskyy. Sekarang yang kami butuhkan adalah pertemuan tingkat strategis antara kedua pemimpin,” jelasnya.

”Tampaknya ada konsensus yang berkembang. Kami berharap akan ada lebih banyak konvergensi pada masalah ini, dan pertemuan ini akan berlangsung lebih cepat, karena kita semua ingin perang ini berakhir,” kata Kalin dikutip Disway.id dari Al Jazeera.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, selama kunjungan Sabtu ke sekutu NATO Bulgaria, mengatakan invasi Rusia telah berhenti di sejumlah front tetapi Amerika Serikat belum melihat tanda-tanda bahwa Putin mengerahkan pasukan tambahan.

Mayor Jenderal Oleksandr Pavlyuk, yang memimpin pertahanan wilayah di sekitar Kyiv mentebut pasukannya berada dalam posisi yang baik untuk mempertahankan kota.

”Kami tidak akan pernah menyerah. Kami akan berjuang sampai akhir. Sampai nafas terakhir dan peluru terakhir,” kata Pavlyuk.

Putin sendiri memberikan pujian pada pasukan militer negaranya selama unjuk rasa pengibaran bendera hari Jumat 18 Maret 2022. 

Peringatan ini setelah Rusia sukses melakukan pencaplokan Krimea tahun 2014 dari Ukraina. ”Kami sudah lama tidak memiliki persatuan seperti ini,” kata Putin kepada kerumunan yang bersorak-sorai.

Naik ke panggung di mana sebuah tanda bertuliskan ‘Untuk dunia tanpa 'Nazisme’. Putin juga mencerca musuh-musuhnya termasuk Ukraina dengan klaim bahwa mereka adalah ‘neo-Nazi’ dan bersikeras bahwa tindakannya diperlukan untuk mencegah genosida.

Unjuk rasa itu terjadi ketika Rusia menghadapi kerugian yang lebih besar dari perkiraan di medan perang dan pemerintahan yang semakin otoriter di dalam negeri.

Belum lagi langkah tegas Polisi Rusia yang menahan ribuan pengunjuk rasa antiperang. Pertempuran berkecamuk di berbagai front di Ukraina lebih dari tiga minggu setelah invasi Rusia pada 24 Februari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: aljazeera