Cegah Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Nadiem Makarim: Bisa Pengaruhi Masa Depan Perempuan

Cegah Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Nadiem Makarim: Bisa Pengaruhi Masa Depan Perempuan

Mendikbudristek Nadiem Makarim (foto:disway.id) -Istimewa-

Merujuk dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2015 sampai 2020, kekerasan berbasis gender terjadi di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Dari total kasus yang diadukan, universitas menempati urutan pertama dengan persentase sebesar 27 persen dengan jenis kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual. 

Pendidikan tinggi di Indonesia belum bebas dari kasus kekerasan seksual.  Berdasarkan survei  terhadap 76 pengelola perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, 75% responden menyatakan di kampusnya terjadi kasus kekerasan seksual (Nurtjahyo dkk., 2021).

Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2020, kekerasan terjadi di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. 

Dari data kasus kekerasan yang diadukan ke Komnas Perempuan, universitas menempati urutan pertama, yakni 27%. Kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di jenjang pendidikan dengan persentase sebesar  88%.

Siapapun dapat mengalami atau melakukan kekerasan seksual, termasuk mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus lainnya. 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengecam segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi, terutama dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

Data mengenai kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi juga diperkuat oleh Kolaborasi #NamaBaikKampus yang melibatkan sejumlah media massa nasional pada 2019. Dari 207 testimoni yang masuk, 174 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus atau dilakukan oleh civitas academica dalam kegiatan akademik di luar kampus (Zuhra, 2019). Korban tersebar di 29 kota di Indonesia. 

BACA JUGA:4 Bahaya Menahan Buang Air kecil, Awas Efeknya Fatal

Kekerasan yang terjadi di lingkungan  pendidikan dapat memengaruhi proses belajar pelajar atau mahasiswa. Ketika pelajar atau mahasiswa tidak dapat belajar secara optimal dalam lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman, mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan potensinya. 

Sebagai konsekuensinya, visi mewujudkan  SDM unggul untuk mendukung pembangunan nasional sulit atau bahkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, menciptakan dan memastikan lingkungan pendidikan  yang inklusif dan bebas kekerasan merupakan tanggung jawab kita bersama.

Kekerasan dapat  terjadi di semua level, mulai dari individu, antarindividu, dan kelompok. Identitas setiap individu  berbeda satu dari yang lain sehingga dampak kekerasan pada setiap individu pun berbeda-beda bergantung pada  identitas yang dimilikinya. 

Ada individu/kelompok yang lebih rentan dibanding yang lain sehingga dapat mengalami dampak kekerasan yang lebih besar.

Meski tiap individu punya kerentanan yang berbeda, semua memiliki hak yang sama untuk mengakses hak dasarnya, termasuk pendidikan.

Kesetaraan merupakan kondisi ketika semua orang menerima hak, kesempatan, sumber daya, dan perlindungan yang sama, tanpa perlakuan diskriminatif berdasarkan identitas yang dimiliki.

Kesetaraan berkeadilan merupakan kondisi saat semua orang mendapatkan kesempatan dan akses sesuai dengan kebutuhannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: