Dilaporkan Ke Komisi Yudisial, Ini Dugaan Pelanggaran Majelis Hakim PN Jakarta Pusat

Dilaporkan Ke Komisi Yudisial, Ini Dugaan Pelanggaran Majelis Hakim PN Jakarta Pusat

Kongres Pemuda Indonesia Melaporkan majelis Hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial RI-Intan Afrida Rafni-

JAKARTA, DISWAY.ID - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dilaporkan ke Komisi Yudisial RI oleh Kongres Pemuda Indonesia, Senin, 6 Maret 2023.

Adapun laporan tersebut terkait putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu hingga 2025 nanti.

Kuasa Hukum Kongres Pemuda Indonesia, Pitra Romadoni Nasution menilai keputusan PN Jakarta Pusat tersebut telah melampaui kewenangannya. 

BACA JUGA:Gaduh Vonis Tunda Pemilu, Perludem Laporkan Hakim PN Jakpus ke KY Atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik

Dia pun menjelaskan, yang seharusnya memiliki kewenangan untuk masalah tersebut, yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadian Tata Usaha Negeri (PTUN). 

"Kompetensi absolutnya itu lebih berwenang PTUN Jakarta dan Bawaslu RI. Kemudian mengenai hasil pemilihan umum kalau pun ada sengketa hasil pemilu itu ke MK bukan PN Jakarta Pusat," ujar Pitra Romadoni Nasution kepada media, Senin, 6 Marer 2023.

Tidak hanya itu, Pitra pun merasa ada kejanggalan pada putusan PN Jakarta Pusat yang mana pada amar putusannya, pihak penggugat ditulis sebagai partai politik.

Padahal, jika dilihat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus tertulis pihak penggugat atas nama perseorangan.

"Anehnya diamar putusan di poin dua yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan di SIPP penggugat adalah partai politik," jelas Pitra.

BACA JUGA:Diusir Debt Collector dari Rumahnya, ASN DPRD Tangsel Kehilangan Barang Berharga Ratusan Juta Rupiah

"Ini aneh, enggak nyambung, lain cerita kalau dia menyaatakan penggugat adalah pengurus parpol, ketua atau sekertearis itu masih logika, kalau dia perorangan diakatakan parpol gak nyambung logika hukumnya," lanjutnya. 

Bahkan, lanjut Pitra, putusan PN Jakarta Pusat tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena PN Jakarta Pusat memerintahkan agar KPU menunda tahapan pemilu lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

"Berarti kan Pasal 22E UUD 1945 telah ditabrak dan menurut saya putusan ini inkonstitusional," imbuhnya. 

Disisi lain, Partai Rakyat Adil dan Makmur atau PRIMA menjelaskan bahwa pihaknya tidak ingin pemilu ditunda tapi dihentikan dan dimulai dari awal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: