Fenomena Langka Gerhana Matahari Hibrida 20 April 2023: Bisa Dilihat Total di Jalur Totalitas, Mana Saja?

Fenomena Langka Gerhana Matahari Hibrida 20 April 2023: Bisa Dilihat Total di Jalur Totalitas, Mana Saja?

Indonesia akan alami Gerhana Matahari Hibrida pada April 2023 -Gerhana Matahari-Pixabay/@TheDigitalArtist

Johan menjelaskan durasi GMT di titik ini berlangsung selama 1 menit 16 detik.

BACA JUGA:Tantangan Rian Mahendra Diladeni PO Kencana, Beli 6 Unit Bus, Begini Anak Haji Haryanto Tancap Gas: Sudahlah Main Double Decker

"Sebagian besar lintasan jalur GMT 2023 melewati wilayah lautan seperti Laut Timor dan Laut Banda. Daratan yang dilalui jalur GMT ini yaitu sebagian Timor Leste dan beberapa daerah di Papua Barat," dikutip dari laman BRIN, Sabtu 25 Maret 2023.

Jalur totalitas atau beberapa wilayah yang akan dilalui GMT 2023 ialah Kab. Fak fak, Kab. Teluk Bintuni, Kab. Teluk Wondama, Kab. Kepulauan Yapen, dll.

Prakiraan penampakan GMT 2023 di Biak dimulai pada 12.20 WIT, puncak GMT terjadi pada 13.57 WIT.

Sedangkan di Jakarta gerhana matahari sebagian (GMS) dimulai pada 09.29 WIB dan puncaknya pada 10.45 WIB.

Tim Astrofotografi UB yang dikoordinatori M Fauzan Edipurnomo beranggotakan Eka Maulana, Waru Djuriatno, M Aswin, A A Razak, dan beberapa Pranata Laboratorium Fakultas Teknik, mengungkapkan, GMT dapat diamati di Indonesia bagian timur hingga tengah, sedangkan gerhana matahari parsial (GMS) dapat diamati dari Indonesia bagian tengah hingga bagian barat.

BACA JUGA:Cek Syarat Ajukan KUR BCA 2023, Siapkan KTP atau SIM!

Eka Maulana, mengatakan, masyarakat yang berada pada daerah Indenesia bagian barat khususnya kota Malang, dapat menikmati gerhana matahari parsial ini mulai pukul 9.28 WIB hingga pukul 12.22 WIB.

“Puncak gerhana matahari terjadi pukul 10.52 dengan tingkat magnitute gerhana 67%. Total Waktu gerhana 2 jam 55 menit,” kata Eka.

Terjadinya gerhana matahari berpotensi dapat menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi inframerah matahari yang jatuh ke lapisan ionosfer bumi.

Fenomena ini memungkinkan menurunnya jumlah foton yang merupakan gelombang elektromagnetik yang berada diatas bumi, dimana sifatnya sebagai gelombang elektromagnetik ini berperan sebagai media transmisi dalam pengiriman sinyal satelit, radio, HP, maupun sinyal perangkat komunikasi sejenis lainnya.

“Jika perangkat-perangkat komunikasi ini tidak diset dengan ambang batas toleransi perubahan intensitas radiasi ini maka ada peluang akan terpengaruh dalam pengiriman datanya.

Perubahan radiasi ini besar kemungkinan juga dapat dirasakan oleh makhuk hidup lain yang peka terhadap perubahan intensitas gelombang elektromagnetik seperti hewan melata, burung, maupun jenis tanaman tertentu,” katanya.

BACA JUGA:Ungkit Perselingkuhan Bidan Bohay dan Kades yang Disuntik Mati Mantri, Keluarga: Tunjukkan Bukti Validnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: