Begini Asal-usul Halal Bihalal Lebaran, Ada Campur Tangan Bung Karno
Presiden Pertama Indonesia, Ir Soekarno-Facebook-
JAKARTA, DISWAY.ID - Istilah Halal Bihalal identik dengan hari Raya Lebaran yang bermakna silaturrahmi.
Ternyata di balik kata Halal Bihalal ada campur tangan Presiden Pertama Ir Soekarno.
Istilah tersebut lantas dipakai hingga saat ini untuk silaturrahmi yang biasa diadakan oleh umat muslim.
Semua bermula setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum.
BACA JUGA:Libur Lebaran, Wisatawan Jabodetabek Padati Pantai Carita
Lantas dipertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.
Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim.
Sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi.
Lalu Bung Karno menjawab, "Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain".
"Itu gampang", kata Kiai Wahab, dilansir dari NU Online, 25 April 2023.
"Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'", jelas Kiai Wahab.
BACA JUGA:Erick Thohir Larang BUMN Gelar Halal Bihalal Pasca Lebaran: Fokus Pada Rekrutmen dan Pasar Murah
Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul 'Halal bi Halal' dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: