Siapa Salwan Momika ? Pria yang Terkenal dengan Aksi Bakar Al Quran di Swedia

Siapa Salwan Momika ? Pria yang Terkenal dengan Aksi Bakar Al Quran di Swedia

Inilah sosok Salwan Momika, pria yang beraksi bakar Al Quran di Swedia tepat pada hari raya Idul Adha. -Kolase: Hidayatullah-

DISWAY.ID-Seorang pria bernama Salwan Momika membakar Kitab Suci Al-Quran di depan Masjid Raya Södermalm di Stockholm, yang mengejutkan umat Islam di seluruh dunia. 

Selain itu, kejahatan ini terjadi pada saat umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha pada tahun 2023.

Lalu siapakah Salwan Momika?  

BACA JUGA:Marah, Negara - Negara Muslim Mengecam Aksi Pembakaran Al Quran di Swedia

Mengutip  laman freepressjournal.in, Namanya Salwan Sabah Matti Momika atau Salwan Momika.

Pria ini dulunya seorang pengungsi dari Iraq sebelum menjadi terkenal di dunia karena membakar kitab suci Al-Quran di depan masjid di Stockholm, Swedia.

Pria berusia 37 tahun itu melarikan diri dari Iraq beberapa tahun lalu dan tinggal di kota Järna di distrik Södertälje, provinsi Stockholm.  

Ia mengatakan dia datang ke Swedia dari Iraq lima tahun lalu, memiliki kewarganegaraan Swedia, dan mengaku ateis.

BACA JUGA:Indonesia Mengutuk Keras Aksi Pembakaran Al Quran di Swedia

Salwan Momika juga seorang anti-Islam (islamofobik) yang sangat disukai. Dia juga dikenal sebagai Paludan, seorang aktivis dan politikus ekstrim yang mendirikan partai Stram Kurs.

Sebelum ini, ia telah membakar Al-Quran dalam video di media sosial. 

Dalam sebuah video yang diakhiri dengan ciuman, dia mengatakan, "Demonstrasi saya akan berlangsung pada hari pertama Idul Adha. Demonstrasi saya akan dilakukan di depan masjid besar di Stockholm, di mana saya akan membakar Al-Quran... Orang yang saya cintai, yang tinggal di Stockholm, dan ingin berpartisipasi dalam demonstrasi, dan berkontribusi baik secara finansial maupun emosional, informasi saya ada di bawah."

BACA JUGA:Putin Serahkan Al Quran ke Masjid Tertua Rusia: Suci Bagi Umat Islam dan Harus Suci Bagi Orang Lain

Ia beralasan, sikap intoleranya ini dilakukan dengan dalih “kebebasan berbicara”. “Ini adalah demokrasi. Ini berbahaya jika mereka memberitahu kita bahwa kita tidak bisa melakukan ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: