Menuju Kota Bebas Bising
ilustrasi telinga-pixabay-https://jambiindependent.disway.id/
Keadaan ini bisa terjadi karena secara alami berkembang demikian, lingkungan yang mendukung karena ada keterlibatan emosional, hubungan persaudaraan ataupun area lokasi yang spesifik seperti di Desa Bengkala, Singaraja.
Desa tersebut terkenal dengan sebutan Desa Kolok, yang berarti tuli. Disebut demikian karena sebagian besar penduduknya penyandang tuli.
Orang normal pun terbiasa komunikasi dengan bahasa isyarat. Hanya di sini berbeda dengan contoh sebelumnya, mereka tidak berbicara secara bersamaan saat menggunakan bahasa isyarat.
Di sisi lain dalam lingkungan akademis sekolah dengan para murid tuna rungu, mereka nyaman dengan menggunakan bahasa isyarat. Mereka juga diajarkan untuk tetap berbicara. Tentu saja kualitas bicara bagi yang tuli berbeda dengan yang derajat gangguan pendengaran yang lebih ringan, mereka bisa bicara dengan baik.
Sepintas tidak jelas ada beda dengan orang normal. Sedangkan bagi yang tuli, sulit menangkap pembicaraan bahkan mungkin hanya berupa getaran suara saja yang diterima.
Mereka lebih mengandalkan kemampuan visual. Sehingga komunikasi bahasa isyarat tentu lebih nyaman digunakan, daripada bahasa verbal.
Kendala timbul, bila terdapat gap dalam komunikasi. Bagi yang tuli hanya terkondisi dengan bahasa isyarat. Sedang yang normal tidak mengerti.
Maka di sini membutuhkan bantuan berupa media translasi (penerjemah). Bisa berupa orang maupun media teknologi yang memungkinkan pada saat ini merubah suara dalam waktu singkat menjadi bentuk tulisan.
Dalam era globalisasi, inklusi menjadi sebuah kebutuhan. Tidak ada gap dalam komunikasi. Bahasa internasional menggunakan bahasa Inggris membantu menjembatani perbedaan dalam komunikasi bahasa nasional tiap negara.
Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menerjemahkan secara langsung dari bahasa satu ke yang lainnya menggunakan headphone seperti yang digunakan saat seminar internasional.
Beberapa waktu lalu digelar konferensi dunia dengan tema inklusi. Dipakai dalam pertemuan "East and West conference".
Konferensi itu tepat sekali dalam menyikapi berbagai permasalahan dunia, yang pada dasarnya terdapat sudut pandang berbeda dan perlu ada media yang menjembatani dalam kesamaan cara berkomunikasi dan timbul saling pengertian (mutual understanding ).
Respon Masyarakat Terhadap Bahaya Bising
Menyadari bahayanya, dan dengan semangat mewujudkan masyarakat sehat, serta membentuk lingkungan sehat, untuk menuju kota bebas bising (less noise city) adalah impian di masa depan.
Merespon bahaya bising tersebut, beberapa organisasi mulai tumbuh sebagai aktivitas dalam merespon bahaya bising di masyarakat. Antara lain Komite Nasional dan Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas / Komda PGPKT).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: