Menuju Kota Bebas Bising

Menuju Kota Bebas Bising

ilustrasi telinga-pixabay-https://jambiindependent.disway.id/

Pada 2020, data WHO menyebutkan bahwa terdapat 446 juta penduduk dunia yang mengalami gangguan pendengaran. Sebanyak 34 juta di antaranya adalah anak-anak dan bersifat preventable.

WHO sendiri menyebutkan bahwa Indonesia termasuk ke dalam 4 negara di Asia dengan angka gangguan pendengaran yang tinggi. Angka kejadian tuli di Indonesia diperkirakan sebesar 4,6 persen.

Bahaya Bising Mengintai Semua Usia

Bising menjadi kontributor kasus tuli di masyarakat. Ancaman bahaya bising makin menguat seiring dengan perkembangan kemajuan komunitas kota masa kini.

Suara bising akrab dengan telinga kita sehari-hari. Mulai dari media elektronik, lalu lintas, pusat perbelanjaan, hiburan, dan perkantoran.

Sayangnya, bising bukan hanya berdampak pada pendengaran. Bisa lebih dari itu. Dapat mengganggu kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Misalnya ketika bunyi yang sangat berlebihan berdampak pada masalah sulit tidur, konsentrasi terganggu, berlanjut menjadi depresi dan stres berkelanjutan. Bahkan, sampai pengaruh pada jantung maupun darah tinggi. 

Bising dikenal sebagai bunyi atau suara yang tidak kita kehendaki dan mengganggu kenyamanan kita. Bahaya bising tergantung pada intensitas, frekuensi dan durasinya.

Makin keras, panjang dan tinggi frekuensinya akan makin berbahaya.

Sebagai contoh yang ekstrem adalah trauma akustik akibat bunyi yang sangat keras dari kejadian ledakan bom di Jakarta beberapa tahun lalu. Saat itu terdapat korban selamat, namun mengeluh tuli.

Gangguan dengar atau tuli juga mengancam pekerja pabrik yang tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang baik.

Bisa juga terjadi pada sarana hiburan yang sarat dengan permainan atraktif, yang mendorong pengunjung -yang sebagian besar adalah anak dan remaja- untuk berlama-lama tinggal di situ tanpa menyadari dampak bahaya bising. Bahkan balita, juga terancam dengan permainan yang berbunyi keras seperti itu. 

Bahaya gangguan dengar diwaspadai ketika dihadapkan oleh rangsangan energi akustik yang berlebihan dari gelombang suara.

Kondisi telinga mau tidak mau selalu dalam keadaan terbuka. Di saat mendengar suara yang tidak diinginkanpun, telinga tak kuasa menolak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: