Perangkat Desa
--
TERNYATA sudah lebih 10 tahun saya tidak ke Banjarmasin. Baru Jumat kemarin saya ke sana lagi. Mungkin karena istri sering ke Kalsel sehingga saya merasa sudah ikut sering ke sana.
Bandaranya sudah jadi. Besar sekali. Saking besarnya sampai terasa kosong, kurang ramai dan kurang sentuhan interiornya: masih seperti bandara yang setengah telanjang.
Inilah salah satu bandara yang proses pembangunannya begitu lama.
Saya masih ingat saat ikut mengecek pembebasan tanahnya. Begitu banyak masalah tanah yang sulit diterabas. Akhirnya beres juga.
Di Banjarmasin, soal bandara, ternyata wajah jauh dari kaputing.
Turun dari pesawat tiba-tiba saya ingin mampir ke Martapura. Bandara ini memang dekat ibu kota kabupaten Banjar itu.
Ternyata tidak banyak yang berubah di Martapura –kecuali makam Guru Sekumpul di pusat kota.
Maka, kalau ada bangunan baru paling megah di Martapura adalah makam itu. Panjang bangunannya lebih dari 100 meter. Bentuk bangunannya mirip masjid besar di Arab Saudi. Bahkan awalnya bangunan itu saya kira masjid.
Saya ingin masuk ke dalamnya. Ingin tahu apakah di dalam juga semegah tampak luarnya. Tapi pintunya terkunci. Ditutup tripleks berjajar.
Memang lagi ada proyek renovasi makam besar-besaran. Itulah makam Guru Zai. Ulama besar Kalsel. Pemrakarsa acara keagamaan rutin yang disebut "Pengajian Sekumpul". Puluhan ribu orang berkumpul mendengarkan ceramahnya: lebih banyak menggunakan bahasa daerah Banjar.
Ada lorong-lorong panjang dari jalan raya menuju makam ini. Di kanan kiri lorong orang berjualan. Berjubel. Ratusan kios ada di situ. Mirip jalan masuk ke Masjid Sunan Ampel.
Pun di sepanjang jalan depan makam ini. Penuh orang jualan. Inilah makam yang menggerakkan ekonomi kampung di dekatnya.
Pengajian itu tidak ada lagi. Dua putra Guru Zai belum ada yang mau ceramah seperti ayah mereka. Peziarah begitu berduyun ke makam ini. Tiap hari. Apalagi di bulan Maulud seperti sekarang ini.
Modernisasi di Martapura terjadi di makam ulama pujaan mereka.
Malamnya saya makan ''lontong Banjar''. Kuahnya sayur nangka yang dikoalisikan dengan ikan haruan bumbu Bali. Langganan istri. Namanya: Lontong Orari.
Di resto ini gambar Guru Zai dipajang di dindingnya. Foto ulama itu sudah seperti jimat tolak bala di Kalsel. Begitu banyak rumah dan tempat usaha yang memasang foto seperti itu. Pun di beberapa usaha milik orang Tionghoa di seluruh Kalsel. Sampai pun di Kaltim dan Kalteng.
Setelah makan malam dimulailah acara pokok untuk saya: bertemu perangkat desa se kabupaten Tanah Bumbu. Hampir 200 orang. Topiknya mengenai desa informasi: bagaimana desa-desa menyikapi zaman informasi sekarang ini.
Penyelenggaranya: Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) cabang Tanah Bumbu. Ia bekerja sama dengan dinas urusan desa di kabupaten itu.
Bahwa acaranya diselenggarakan di kota Banjarmasin itu karena saya tidak cukup waktu ke Batu Lici, ibukota Tanah Bumbu. Perlu perjalanan 6 jam dari Banjarmasin ke Batu Licin.
Memang sudah lama Batu Licin punya bandara sendiri. Sebelum Covid-19 pun sudah ada penerbangan langsung dari Surabaya ke Batu Licin. Juga dari Balikpapan.
Kini penerbangan ke Batu Licin tetap ada tapi harus transit dulu di Banjarmasin.
Sebenarnya saya sangat ingin mendarat di Batu Licin. Ingin tahu: sudah sehebat apa kota itu. Yakni kota kecil yang mampu melahirkan orang-orang super kaya –sekaligus beberapa nama.
Ada Haji Sam.
Ada Haji Mardani.
Yang terakhir itu adalah ketua PDI-Perjuangan Kalsel yang juga bendahara umum PBNU. Kini ia ada di dalam penjara.
Tentu saya juga ingin melihat pesawat-pesawat pribadi Haji Sam yang diparkir di bandara Batu Licin. Konon ada lima pesawat jet dan dua helikopter milik anak muda kelahiran Bone, Sulsel itu.
Semua berkat batu bara.
Yang kaya, luar biasa kayanya. Dalam waktu sekejap. Asyik sekali dengan batu bara.
Aparat desanya juga asyik dengan urusan desa.
Malam itu saya dijadwalkan mengajar aparat desa: bagaimana cara menulis yang baik. Agar desa mereka terkomunikasikan dengan baik ke dunia luar.
Saya ragu. Apakah materi itu cocok untuk mereka. Maka acara malam itu saya mulai dengan pertanyaan: desa mana yang sudah punya grup WA yang anggotanya seluruh penduduk desa.
Semua diam.
Saya ulangi. Diam.
Saya ulangi lagi: satu orang mengangkat tangan.
Ia mengatakan sudah beberapa tahun desanya punya grup WA seperti yang saya maksud. Tapi kini grup itu tidak lagi aktif. Penyebabnya: terjadi pertengkaran di grup WA tersebut.
Jawaban itu jauh dari yang saya bayangkan: alangkah lancarnya komunikasi di desa itu. Semua persoalan, informasi, serba dibicarakan di grup WA.
Ternyata justru bertengkar.
"Apa yang menyebabkan pertengkaran?“ tanya saya.
"Program bantuan," jawabnya.
Selama Covid memang banyak bantuan untuk orang miskin di desa. Itu dibahas di grup WA. Terutama siapa yang berhak mendapat bantuan. Rebutan. Bertengkar.
Sejak itu grup WA dibubarkan.
Pertanyaan saya berikutnya: "Desa mana yang sudah punya website...".
Banyak yang mengangkat tangan. Ternyata desa-desa di Tanah Bumbu diharuskan memiliki website desa.
Lalu saya tanyakan: apa isi website itu. Tidak banyak. Lebih bersifat informasi dari perangkat desa.
Jelas bahwa website seperti itu kurang menarik. Tidak ada yang mau membacanya. Mereka ternyata setuju dengan penilaian saya.
Ternyata mereka memang diharuskan punya website. Tanpa tahu bagaimana cara mengisinya.
Maka saya tawarkan bagaimana agar website desa itu diisi oleh anak-anak SMP dan SMA yang ada di desa. Biar mereka punya tempat untuk posting karya tulis: puisi, cerpen, story, foto, kartun dan seterusnya. Biarlah anak-anak dan remaja bisa menyalurkan isi pikiran mereka.
Mereka setuju semua. Tepuk tangan. Merasa dapat jalan keluar.
Lantas saya tawarkan: siapa di antara perangkat desa yang hadir yang memiliki ide lebih baik dari ide saya itu.
Seorang ibu angkat tangan. Pemberani. Dia begitu yakin punya ide yang bisa mengalahkan idenya mantan sesuatu. Saya pun minta ibu itu naik panggung. Mengenalkan diri. Lalu mengemukakan idenyi.
Hebat.
Saya pun terkesima dengan ide yang dia tawarkan: "Jadikan website desa sebagai marketplace desa".
Saya langsung memberi hadiah Rp 100.000. Saya mintakan hadiah itu dari kepala dinas yang hadir: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Drs Samsir.
Saya lagi tidak membawa uang. Dompet saya di dalam tas istri yang pilih tidur di hotel.
Tentu perangkat desa yang lain angkat bicara. Saya minta mereka naik panggung. "Kalau jadi marketplace apakah untungnya dibagi dengan desa?“ katanya. "Apakah tidak melanggar hukum?" kata satunya.
Diskusi pun seru. Diakhiri dengan selfie di panggung.
Pertanyaan terakhir saya: siapa di antara perangkat desa yang pernah menulis satu bulan satu kali? Diam.
Tiga bulan sekali? Diam.
Setahun sekali? Diam.
Syukurlah saya tidak jadi ceramah cara-cara menulis yang baik. Mengajarkan bagaimana menulis yang baik tidak tepat ditujukan kepada orang yang belum pernah menulis.
Dalam sesi tanya jawab seorang ibu muda unjuk tangan. Cantik sekali. Kelihatan cerdas. Rautnya menunjukkan wajah cendekia. Dia naik panggung. Saya terharu dengan apa yang dia kemukakan. Apalagi di wajahnyi tampak seperti mau menangis.
"Perangkat desa itu bebannya sangat berat. Apakah kami masih harus diberi beban tambahan menulis?" katanyi.
Saya peluk pundaknyi. Kata-katanyi menyadarkan saya: "betapa berat bebat perangkat desa", kata saya.
Hampir semua menteri punya program di desa.
Hampir semua dinas provinsi punya program di desa. Pun kabupaten. Semua itu, sampai di desa, pelaksananya hanya satu: perangkat desa.
Bersyukur lagi saya tidak mengajarkan cara-cara menulis. Apa yang disampaikan si cantik nan cerdas itu seperti mewakili perasaan semua perangkat desa yang hadir.
Maka kami pun mengambil kesimpulan: cukuplah kalau website itu diabdikan sebagai saluran anak-anak dan remaja di desa. Ditambah sebagai marketplace desa. Siapa tahu kelak lahir penulis-penulis hebat seperti yang terlihat di kolom komentar Disway. Siapa tahu pula akan lahir banyak Haji Sam dari desa mereka.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 7 Oktober 2023: Perangkat Desa
Pryadi Satriana
Ojo dumeh dadi CEO Malah "nilep" saham karyawan
Jokosp Sp
Ke sidang pakai daster, yo wis ben. Kan di Amerika sono. Kalau di sini baru jadi masalah, ya jangan. Mending ketika di rumah saja, ketika ke luar juga jangan. Apalagi dibiasakan pakai daster di luar rumah, duhhhhhhhh mbokne anak-anak ini dah gag jaga sisngsete awakmu iku lohhhhh. Lali opo kalau dah lemu ginuk-ginuk gitu......., kasihan bapak-bapak keindahan apalagi yang bisa dinikmati mata.
Lagarenze 1301
Manis sekali CHD hari ini. Kisah yang menyenangkan. 1. UU tata cara berpakaian gol hanya dalam beberapa jam. 2. John Fetterman, anggota Senat dari Pennsylvania, berhasil berubah dengan menurunkan berat badan 210 kg menjadi 74 kg. 3. Caranya, ganti softdrink dengan air putih, burger hanya makan dagingnya. Hindari gula, terigu, biji-bijian, perbanyak telur yang dimasak matang. Setiap hari jalan kaki 4 km. 4. Hasilnya, Fetterman yang semula masuk ruang sidang dengan sepatu kets, celana kusam, jaket kombor, berubah menjadi lebih baik dengan memakai jas, dasi, dan berjalan dengan badan tegak. 5. Pernah terkena stroke jantung tapi malah mengalahkan dokter jantung yang sangat populer (Dr Oz bahkan dikenal di Indonesia lewat tayangan salah satu TV) dalam pemilihan anggota Senat. 6. Lulusan keuangan Harvard berhenti bekerja untuk mengabdi pada daerahnya, Braddock, yang hanya kota kecil di Pittsburgh. Lalu naik kelas menjadi letnan gubernur hingga senator. 7. Ada perempuan dari kota yang jauh yang mengidolakannya, bertemu, saling jatuh cinta, dan menjadi istri yang memberinya dua anak. 8. Ending tulisan sungguh manis mengajak pikiran berkelana. Kalaupun ada yang kurang manis, itu adalah komentar Bli @LP: "web kemasukan tikus, gak bahaya tah?"
Er Gham
Saya pernah diundang hadiri suatu acara resmi. Saya pilih pakai batik lengan pendek, celana jeans, dan sepatu kets. Cuek saja lah kalau beda sendiri. Mau sosialisasikan pakem sendiri. Begitu sampai di lokasi acara, saya kaget juga. Yang pakai setelan seperti saya banyak juga. Sekitar setengahnya. Yang lain masih pakai batik lengan panjang, celana hitam, dan sepatu pantofel. Malah masih ada yang pakai jas dan dasi. Ternyata, banyak juga yang sepemikiran seperti saya. Ada nuansa 'berontak' dari pakem yang ada. Atau jangan jangan karena hanya punya baju batik lengan pendek, jeans, dan sepatu kets saja di rumah. Tidak ada pilihan. Hehehe.
Mirza Mirwan
Tadi malam saya telah menuliskan pemenang Nobel Perdamaian 2023. Dan berita utama di Harian Disway e-paper hari ini juga tentang itu. Di sini saya akan menambahkan yang belum ditulis Harian Disway e-paper. Tahun ini nominee Nobel Perdamaian ada 351, terdiri dari 259 perorangan -- termasuk Presiden Zelenskyy -- dan 92 organisasi. Jumlah itu menjadi rekor jumlah nominee tertinggi kedua, setelah 2016 yang 376 nominee. Pemerintah Iran kebakaran jenggot, uring-uringan, gegara hadiah Nobel Perdamaian diberikan kepada Narges Safie Muhammadi, 51, ibu dua anak, yang saat ini mendekam di penjara. "Tindakan Komite Nobel Perdamaian itu merupakan langkah politik yang sejalan dengan kebijakan intervensionis dan anti-Iran di beberapa negara Eropa," kata Nasser Kanaani, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran. "Komite Nobel memberikan hadiah kepada orang yang dihukum karena telah berulangkali melakukan pelanggaran hukum dan tindakan kriminal, dan kami mengecam tindakan ini sebagai tindakan yang bias dan bermotif politik," lanjutnya. Seperti kemarin disampaikan oleh Berit Reiss-Andersen, Ketua Komite Nobel Norwegia, Narges Muhammadi diganjar hadiah Nobel Perdamaian berkat "perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran dan perjuangannya memajukan hak asasi manusia dan kebebasan untuk semua." Narges Muhammadi adalah wakil presiden DHRC -- The Defender of Human Right Center -- dan orang kedua di NGO itu yang memenangi Nobel Perdamaian.
Handoko Luwanto
Jurnal Perusuh Disway Edisi: Tegur Jesus (06-10-2023) #)_Nama___Pilihan 1)_Agus Suryono___<5><129> 2)_alasroban___<2><9> 3)_AnalisAsalAsalan___<2><65> 4)_Beny Arifin___<1><24>★ 5)_bitrik sulaiman___<3><19> 6)_DeniK___<1><21> 7)_didik sudjarwo___<1><32> 8)_Em Ha___<1><115>★ 9)_Er Gham___<11><472> 10)_Gregorius Indiarto___<4><134> 11)_Guslurah___<3><7> 12)_Handoko Luwanto___<3><123>★ 13)_imau compo___<7><331>★ 14)_Jimmy Marta___<3><87>★ 15)_Jo Neca___<6><111> 16)_Johannes Kitono___<3><236> 17)_Jokosp Sp___<1><209>★ 18)_Juve Zhang___<9><717> 19)_Kang Sabarikhlas___<1><1> 20)_KawaiChoco _003___<1><1> 21)_Komentator Spesialis___<8><107> 22)_Lagarenze 1301___<7><386>★★★★ 23)_Leong Putu___<10><101>★ 24)_Liam Then___<7><339>★★★ 25)_M.Zainal Arifin___<6><53> 26)☀_Mahmud Al Mustasyar___<4><49> 27)_Mirza Mirwan___<9><1117>★★★★ 28)_MULIYANTO KRISTA___<7><56> 29)_mzarifin umarzain___<1><8> 30)_Pryadi Satriana___<1><216> 31)_thamrindahlan___<8><379> 32)_Tuan Sumartan___<1><8>★ 33)_Udin Salemo___<9><556>★ 34)_Wilwa___<22>❖<2025>★★ 35)_Yellow Bean___<5><234> 36)_Zak cen Fu___<1><11> Total: 174 Komentar dengan 22 ★/Pilihan ☀/Tahta Pertamax ❖/Komentar Terbanyak
Lagarenze 1301
Membaca sepatu kets John Fetterman, saya teringat seseorang di Indonesia yang ke mana-mana selalu pakai sepatu kets. Ketika menjadi bos media, bos listrik, bahkan ketika dilantik menjadi sesuatu tetap memakai sepatu kets. Bos ini punya sepatu kets kesayangan, lho. Ceritanya, saat menjadi Bos BUMN, dia merasa malu jika memakai sepatu kets buatan luar negeri. Maka, dimintalah salah satu desainer sepatu lokal untuk membuatkan sepatu khusus untuknya. Sepatu kesayangan itu pun punya logo khusus: DI 19. DI itu apa, Dahlan Iskan? Salah, DI artinya Demi Indonesia. Lalu, angka 19 itu apa artinya? Angka itu diambil dari jumlah huruf yang membentuk kata "Bismillahirrahmanirrahim". Lho, itu 'kan lebih 19 huruf? Bukan huruf Latin, melainkan huruf Arab. Mengapa "Bismillahirrahmanirrahim"? Setiap langkah besar selalu dimulai dari langkah pertama. Dan, langkah pertama harus dimulai dengan membaca basmalah. Sayangnya, sepatu kets kesayangan tersebut sudah dilepas untuk dilelang dan hasilnya disumbangkan, dalam suatu acara di tahun 2013 tatkala masih menjadi sesuatu. Entah siapa yang kini memiliki sepatu DI 19 tersebut.
Jimmy Marta
Penasaran dg 'kekeliruan' data abah, tentang berat fetterman dari 210kg ke 74kg. Sy ketemu kekeliruan kedua, Weight before 2018 = over 400 pounds Weight post transformatioan = 418 pounds. Tall 6 feet 9 inches = 167 cm Lost over 150 pounds in a year. Post 2018. Mungkin data WP lebih akurat, but now Fetterman stands at a svelte 270 pounds, or so. 270 p = 122,47 kg boleh jadi. Hehe...
Echa Yeni
Piyantun jawi matur, "ajining rogo soko busono". Tpi.saya dw aliran santai.yg pnting bresih n gk bau
Lagarenze 1301
Bumi semakin sesak. Jumlah penduduk dunia semakin bertambah pesat. India dan China terus bersaing dalam jumlah. Saat ini, India teratas. Data World Population Review pagi ini pukul 09.20 WIB menunjukkan, jumlah penduduk dunia sudah di atas 8 miliar jiwa. Tepatnya, 8.005.176.000 (saat situs diakses). India sudah menyalip China. Berikut lima besar negara dengan jumlah penduduk terbesar. 1. India: 1,432,173,836 2. China: 1,425,575,578 3. Amerika: 340,488,993 4. Indonesia: 278,150,295 5. Pakistan: 241,752,754
Fiona Handoko
selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp prof pry, bp jo dan teman2 rusuhwan. kakek dan nenek sedang menonton acara evangelist. dan pendeta berkata . jika ada penonton di rumah yg ingin disembuhkan penyakitnya. letakkanlah satu telapak tangan di layar tv dan letakkan telapak tangan lainnya di bagian tubuh yg sakit. nenek bangkit. berjalan tertatih tatih ke arah tv. nenek meletakkan telapak tangan kanannya di atas layar tv. dan meletakkan telapak tangan kirinya di pinggangnya. dimana pinggang sang nenek sering linu linu karena rematik. kakek pun ikut bangkit. berjalan perlahan lahan ke arah tv. kemudian meletakkan telapak tangan kanannya di layar tv. dan meletakkan telapak tangan kirinya di selangkangan. nenek cemberut. dan berkata kepada kakek. "tidakkah kamu mengerti. pak pendeta akan menyembuhkan yang sakit. bukan untuk membangkitkan yg sudah mati."
Tuan Sumartan
Apa kakek suda lupa ya, seharusnya sang Kakek tak usah ikutan si nenek, tapi sebelum tidur cukup minum segelas Coklat hangat dan viagra r(resep suster tempo hari itu)
Hendro Purba
Kerakyatan Harus Dipimpin Oleh Orang Orang Yang Berhikmat Dan Bijaksana Agar Terampil Bermusyawarah Agar di Hasilkan Mufakat ...
Jo Neca
Saya barusan membaca disway news.Pemerintah berniat membagi RICE COOKER gratis kepada masyarakat.Mungkin ini salah satu cara mengatasi ketahanan pangan.Biar nasinya tahan basi..
Mahmud Al Mustasyar
9 dari 10 kota dengan polusi udara terburuk dunia, dialami kota² di benua Asia; termasuk Jakarta, Kuala Lumpur dan Singapura. Berdasarkan pantauan citra satelit, hot spot terjadi di beberapa titik di Sumatra dan Kalimantan. Pantas saja pemerintah Malaysia dan Singapura melakukan protes pembakaran lahan yang terjadi di negara kita.
Jokosp Sp
Rai gedek. Lawis pakai dasi, pakai jas, pakai sepatu kulit, malah wis disumpah di bawah kitab suci segala, tapi kok masih korupsi.
Leong Putu
Berjas berdasi bercelana bersepatu mungkin agar kemaluannya tidak kelihatan, Om.
Amat K.
Saya tertarik dengan kalimat ini "... anggota Senat diharuskan pakai jas, dasi, celana panjang, sepatu kulit, dan terlihat terhormat." Lalu tebersit dalam pikiran, "Ada hubungan apa jas, dasi, celana panjang, sepatu kulit dengan kehormatan?" "Apakah tidak berdasi, berjas, bercelana panjang, dan bersepatu kulit tidak terhormat?" Dalam studi semiotik (tanda) ada namanya simbol. Simbol ini, dalam konteks sosial dan antropologi budaya, erat kaitannya dengan kebudayaan. Simbol, sederhananya adalah bagian dari tanda, yaitu sesuatu yang mewakili sesuatu. Tentu saja jika dikaitkan dengan kebudayaan, simbol memiliki makna berbeda. Simbol-simbol mencerminkan makna kultural dalam suatu masyarakat atau kelompok. Simbol sering digunakan sebagai sarana penyampaian gagasan, nilai, norma, dan keyakinan yang ada dalam budaya tertentu. Simbol-simbol juga dapat menjadi bagian dari identitas suatu kelompok atau komunitas. Simbol akan menjadi pembeda antara satu kelompok budaya dengan kelompok lainnya. Termasuk menjadi identitas individu untuk mewakili kelompok budayanya. Kembali lagi pada hubungan jas, dasi, celana panjang, sepatu kulit dengan kehormatan. Jas dkk. adalah simbol-simbol. Mereka mewakili sebuah persepsi dalam suatu kelompok masyarakat yang berarti menandakan status sosial penggunanya. Dahulu, memang hanya kaum ningrat, orang dengan kelas sosial tinggi, yang dapat memilikinya. Seiring waktu berjalan, penggunaan jas dan dasi menjadi lebih umum.
Udin Salemo
#cerpen sabtu NILEP "Boss nilep gaji saya, ya," kata Paryono sengit. Dia merasa uang yang dia terima tak sesuai dengan hitungannya. Pagi ini dia meradang. Meradang bawaan dari rumah. Meradang karena setoran ke istri kurang. Meradang karena istrinya komplain. Istrinya nek ngomel awet, koyok udan nggak leren-leren. Koyok perusuh disway yang itu... "Jadi orang itu harus teliti, tho..." balas boss. "Coba, Par, kamu hitung berapa hari kamu kerja. Berapa jam kamu lembur." "Sudah saya hitung, boss. Memang boss kurang bayar ke saya." "Udiiin, kesini sebentar. Bawa catatan jam kerja Paryono." Suara boss memanggil setengah berteriak. Bergegas Udin membawa buku catatan jam kerja para pekerja. Tertulis direkapan jam kerja Paryono tidak ada dua hari. Boss: "ini, kok, tidak tercatat dua hari Paryono tidak kerja." Paryono: "saya datang terus, lho, mas uda Udin. Tak ada libur." Udin: "ngene-ngene tak terangno. Sampean itu mas Par, dua hari itu datang kesini hanya untuk diantar berobat ke puskesmas. Setelah balik dari puskesmas seharian koen hanya molor, tok. Pak mandor tidak menggaji orang molor. Yang digaji orang yang bekerja." Paryono: "tapiii...aku kan..." Udin: "emangnya disini gawe koyok pegawai negeri negara Gabon masuk gak masuk kerja jumlah gaji tetap sama." Boss: "wis, wis... sudah jelas, ya, Par. Aku nggak menggaji orang molor seharian." Paryono: "tapi boss..." Boss: "koen masih betah kerja nangkene?" Kalau sudah keluar kata kata dari boss seperti itu Paryono sudah paham.
Mirza Mirwan
Membaca komentar Bung JM tentang John Fetterman di bawah dan membaca ulang CHD, saya jadi tersenyum sendiri. Pak Di salah mengkonversi pounds ke kg, Bung JM juga keliru mengkonversi kaki dan inci ke cm. Di AS satuan berat untuk berat badan memang "pound", dari "libra pound" yang biasa disingkat "lb/lbs" -- orang sono kalau ada tulisan "lbs" pasti dibaca "pounds". Sementara untuk satuan tinggi badan biasanya menggunakan "kaki" dan "inci" yang biasanya kaki dilambangkan dengan satu tanda petik ('), sedang inci dengan dua tanda petik ("). Tinggi badan Fetterman yang 6 kaki 8 inci, itu penulisannya 6'8". Pak DI bukan hanya salah mengkonversi "pounds" ke kg, yang kayaknya hanya dibagi dua, sehingga menulis 210 kg untuk 418 pounds -- dibulatkan dari 209kg -- dan 74kg untuk 148 pounds. Padahal 418 pounds harusnya 189,6kg dan 148 pounds harusnya 67,1kg. Tapi untuk lingkar pinggang 143 cm itu benar, tepatnya142,2 cm (56 inci) Tetapi 418 pounds itu adalah bobot badan Fetterman di tahun 2013, saat masih jadi walikota Braddock. Bukan bobot badannya sekarang. Bahkan sejak 2018 hingga jadi wakil gubernur Pennsylvania dan sampai sekarang bobotnya di kisaran 270 pounds (122,5kg). Bung JM keliru mengkonversi kaki fan inci, tinggi Fetterman yang 7'8" itu adalah 202 koma sekian senti. Dan Pak DI membulatkannya menjadi 2 meter lebih 3 senti. Sekadar untuk info: John Fetterman menjadi Walikota Braddock dari 2006- 2018, Wakil Gubernur Pennsylvania 2019-2022.
Leong Putu
Kembang kertas bunga Matahari/
Ku tata rapi di atas teras/
Bukan karna berjas atau bersafari/
Kita dihormati karna integritas/
.... 365_mantun teras
Xiaomi A1
Rasanya sudah sangat lama saya tidak nonton serial TV..tp tiba2 dari akhir september lalu saya mengikuti satu serial di tv tanpa terputus se-episode pun, begitu jg istri saya, tak pernah absen nonton serial tsb yg tayang setiap jam 8 malam. Nama serial tsb "Heroes" setting ceritanya tentang kehidupan rakyat tiongkok tahun 1898, menjelang keruntuhan kekaisaran. Tokoh utamanya Master Huo Yuan Jia, seorang tokoh beladiri (diperankan aktor Vincent Zhao yg jg pernah berperan sbg Wong Fei Hung di film Once Upon Time in China). Saya tidak akan bercerita lbh banyak, bagi sahabat Disway yg menggemari serial mandarin, serial Heroes ini tidak boleh anda lewatkan..serius.. Salam :)
Pryadi Satriana
SAAT JOKOWI BICARA BERAS! Jokowi "pamer" harga beras di Indonesia jauh lebih murah drpd di Singapura! Di sana dibilang Rp 21.600,- Di sini beras "biasa" harganya Rp 14.000,- TAPI, perhatikan ini: rerata gaji orang Singapura Rp 76,34 juta. Di Indonesia? Malu-maluin kalo dibandingkan! Apa artinya: ndhak bener kalo yg dibandingkan CUMA harga beras, mestinya bandingkan jg daya beli masyarakatnya utk beli beras! Kita bilang Rp 21.600,-/kg utk beras itu "sangat mahal", mereka bilang itu "sangat murah". Saya itu bisa dibilang pendukung Jokowi, saya 'mbujuk' (mempengaruhi) banyak orang -- termasuk murid2, mantan murid2 beserta ortunya -- utk milih Jokowi. Tapi kalo cuma mbandingkan harga beras tanpa mbandingkan daya beli ya terus terang saya bilang "goblik" -- masih mending daripada "guoblok" -- karena ya mbandingkan mestinya secara menyeluruh, ndhak cuma harga beras aja! Tapi saya ndhak pernah bilang bahwa beliau "plonga-plongo" lho ya. Mohon maaf ndhak bermaksud "merendahkan" seorang presiden lho ya, sekadar kritik biasa. Saya mengkritik Pak Dahlan Iskan secara lebih "ganas", sampek ada yg bilang saya 'ngetrek-etrek aib Pak Dahlan'. Sebenarnya ndhak gitu, saya lebih 'terus terang' thd Pak Dahlan krn beliau 'orang tarekat', bisa menerima segala bentuk kritik, apa pun bentuknya ... Bukan begitu Pak Dahlan? Salam. Rahayu.
Liam Then
Dari dulu bertanya-tanya budaya berpakaian barat kenapa menghasilkan dasi. Sesuatu yang hampir tidak ada gunanya,bikin ribet, habis banyak, beberapa kali malah jadi sumber bencana yang menghilangkan nyawa. Rupanya awal mula dasi ada beberapa versi, tapi berlatar belakang sama, dipantik oleh kebiasaan berpakaian tentara, satu mengatakan asal usulnya dari Roma pada abad ke-2, anggota laskar legionnaire memakai syal panjang disekeliling leher. Satunya lagi mengatakan awal mulanya budaya pakai dasi, bermula di Paris, yang masyarakat sana sangat peka pada mode berpakaian, mereka terkagum-kagum melihat kain aksesoris yang dipakai disekeliling leher tentara Kroasia, yang digunakan sebagai penanda, sutera dipakai oleh golongan perwira, sedangkan prajurit biasa pakai yang lebih sederhana. "Cravette" nama dasi dalam bahasa Prancis rupanya berasal dari kata "la croate" yang artinya orang Kroasia. Begitulah informasi yang saya baca, yang saya kira lebih tak berguna dari memakai dasi. Apa gunanya coba tahu asal usul dasi? Trus apa pula gunanya orang tak berguna yang suka bohong dan memakai pula barang tak berguna disekeliling leher mereka? Bukankah lebih berguna tahu berapa lama usia singkong agar pas dipanen kemudian direbus hasilnya bisa paling empuk? Buat jaga-jaga,sapa tahu harus ngungsi ke kampung.
Amat K.
Pagar rumah teralis besi/
Rumahnya tinggi beranak tangga/
Ada jenis penipu berdasi/
Rakyat Konoha mesti waspada/
Liam Then
Ciri khas setiap negara yang maju selalu sama. Akses masyarakat mereka terhadap pangan, dari bahan pokok sampai lauk-pauk sangat lebar. Secara logika sederhana ini sangat masuk akal, ketika pangan dan lauk-pauk terjamin, tidak menghabiskan gaji, tidak bikin pusing, barulah berhasil munculkan banyak sosok yang bisa diandalkan. Jika mau di argumen, di Indonesia banyak orang yang mampu, makan cukup, lauk berlimpah. Kenapa jarang muncul sosok yang bagus dan baik? Jawabannya sangat sederhana cuma masalah persentase probabilitas. Orang mampu semampu-mampunya di Indonesia, berapa banyak? Berapa persen dari populasi? 5,10,20 %? PNS saja yang pasti masih sering senin kemis kondisi ekonominya kok. Di Negara makmur, kepastian asupan pangan dan lauk mereka mencapai minimal 80-90 persen populasi mereka. Jadi probabilitas mereka menghasilkan sosok-sosok bermutu lebih tinggi. Semoga Ketahanan pangan dan jaminan keterjangkauannya bisa di perjuangkan dan jadi fokus utama pemerintahan baru.
Liáng - βιολί ζήτα
Susah juga ya bicara (dalam bentuk tulisan) dengan orang ngeyel, ngelanturnya kemana-mana !! Saya tidak berbicara mengenai keahlian atau kepintaran tertentu dari orang-orang LGBT !! Itu lain persoalan !! Yang saya persoalkan adakah statement-nya Oom Juve : "..... Secara genetika satu akan normal dan kembarannya akan lgbt." Oom mesti membuktikan statement tersebut !! Berdasarkan apa ?? Tentu saja mesti berdasarkan bukti ilmiah, lha wong statement itu jelas terkait dengan keilmuan koq !!
Liáng - βιολί ζήτα
World Cancer Research Fund International (WCRF) sekian tahun yang lalu pernah merilis "Mengapa orang yang lebih tinggi mempunyai risiko lebih besar terkena kanker". Bagi yang berminat mengetahuinya lebih detail, dapat menelusurinya pada link di bawah ini : www.wcrf.org why-taller-people-are-at-greater-risk-of-cancer For our Global Cancer Update Programme (CUP Global) we analyse global evidence on the link between diet, weight, physical activity and cancer. This analysis reveals strong evidence that the taller you are, the more at risk you are of developing ovarian cancer, prostate cancer, pancreatic cancer, colorectal cancer, pre and post-menopausal breast cancer, and kidney cancer. Specifically, for every extra 5 cm in height the increased risk of the six cancers is as follows: 1. Kidney (10% increased risk) 2. Pre- and post-menopausal breast cancer (9% and 11% increased risk respectively) 3. Ovarian (8% increased risk) 4. Pancreatic (7% increased risk) 5. Colorectal (5% increased risk) 6. Prostate (4% increased risk)
Johannes Kitono
Para senator seharusnya terima kasih kepada senator John Fetterman. Gegara badannya yang raksasa sehingga dengan secepat kilat terciptalah Dress code Law. Pasti tanpa interupsi seperti kebiasaan di Senayan. Memang aneh juga dalam hal dress code ternyata para politisi di Amrik kalah dari Indonesia. Apalagi kalau nilai baju seragamnya tinggi.Pasti jadi rebutan antar fraksi atau itu jatah Sekretaris Dewan. Untuk menghormati John Fetterman yang bagus rekam jejak pengabdiannya. Minta tolong juragan disway usulkan ke Ketua DPR - AS, Dress code itu dijadikan John Fetterman Law.
Pryadi Satriana
SALAH URUS SOAL BERAS Selama ini, jika stok beras menipis, ada "solusi" cepat: impor beras! Saat kran impor distop, harga beras naik pemerintah kalang kabut: cari2 alasan dibandingkan cari solusi. Apa pun alasannya, rakyat tahunya ini: sekarang harga beras mahal! Dan, masih ada jg yg "koclok" mengatakan ini hal biasa, malah bilang," Saya pendukung beras mahal." Koclok! Seberapa pun harga beras, bagi saya "biasa", saya biasa makan beras hitam, beras merah organik pecah kulit, atau beras coklat. Kalau "bosan", saya makan beras pandanwangi organik pecah kulit atau mentik wangi. Diet saya dimulai dg makan oats, beras hitam atau pun beras merah organik pecah kulit! Tapi saya bisa berempati saat beras yg ndhak biasa saya makan naik, jadi mahal. Rakyat jadi susah! Saya terlahir dari keluarga sederhana, beli beras pun biasa ngecer! Saya tahu betul beras mahal bener2 bikin pusing! Jadi, kalau ada yg bilang "Saya pendukun
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
Komentar: 182
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google