Ahli Spesialis Paru UI Erlina Burhan Dikukuhkan Jadi Profesor, Anies Baswedan dan Mahfud MD Hadir

Ahli Spesialis Paru UI Erlina Burhan Dikukuhkan Jadi Profesor, Anies Baswedan dan Mahfud MD Hadir

Pengukuhan guru besar tetap FKUI Prof Erlina Burhan-Mahfud MD dan Anies Baswedan hadir-FKUI

JAKARTA, DISWAY.ID - Ahli Spesialis Paru Universitas Indonesia (UI) Erlina Burhan dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, cawapres nomor urut 02 yang juga Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Periode 2019–2024 Mahfud MD, dan capres nomor urut 01 yang juga Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022, Anies Rasyid Baswedan, menghadiri acara itu. 

Prof Erlina menyampaikan orasi ilmiah berupa “Orkestrasi Menuju Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia pada Tahun 2030”. Prof. Erlina menyoroti kasus Tuberkulosis (TB) di Indonesia yang mengalami pola peningkatan dari tahun ke tahun.

TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

BACA JUGA:Gibran Ajak Ngopi Bareng, Anies: Tunggu Beres Dulu!

Berdasarkan data yang dirilis oleh WHO Global TB Report, ada 834.000 insiden (kasus baru) di Indonesia pada 2010 yang meningkat menjadi 842.000 di tahun 2019 dan puncaknya mencapai 1.060.000 kasus pada 2022. 

“WHO Global TB Report 2023 juga merilis bahwa pada tahun 2022, angka mortalitas pasien TB tanpa HIV dan TB dengan HIV di Indonesia secara berturut-turut sebanyak 134.000 dan 6.700 kasus. Apabila dijumlahkan, total pasien TB yang meninggal selama setahun sebanyak 140.700, yang artinya, terdapat 385 pasien meninggal setiap harinya atau 16 orang meninggal setiap jamnya karena TB,” ujar Prof. Erlina dalam keterangan resmi FKUI. 

Permasalahan TB bertambah karena belum optimalnya temuan kasus, sehingga menjadi sumber penularan di masyarakat, serta rendahnya kepatuhan pasien TB dalam pengobatan yang menyebabkan meningkatnya risiko TB resisten obat.

Selain itu, di bidang sosio-ekonomi, pasien TB menghadapi stigma, diskriminasi, hingga kehilangan kesempatan untuk belajar, bekerja, dan bermasyarakat.

Secara global, sekitar 50% pasien TB dan keluarganya menghadapi pengeluaran total melebihi pendapatannya hingga lebih dari 20%, yang terdiri dari pengeluaran biaya medis langsung, biaya non medis, dan biaya tidak langsung seperti kerugian pendapatan.

Untuk mengakhiri epidemi TB pada 2030 dan menekan kasus TB kurang dari 1 kasus per 1 juta penduduk pada 2050, Indonesia menjalankan upaya eliminasi TB yang selaras dengan program End TB Strategy yang diinisiasi oleh WHO.

Tiga pilar utama dalam program tersebut mencakup pelayanan dan pencegahan TB yang terintegrasi dan berpusat pada pasien; kebijakan dan komitmen politik dalam sektor kesehatan untuk eliminasi TB di Indonesia; serta penelitian dan inovasi dalam menyikapi tantangan terkait TB di Indonesia.

End TB Agenda menargetkan penurunan angka kematian TB sebanyak 90%, penurunan kasus TB sebanyak 80%, serta peniadaan beban biaya yang ditanggung oleh pasien TB dan keluarga pada 2030.

Prof. Erlina berpendapat bahwa target ini tidak akan tercapai jika masyarakat masih bersikap “business as usual”. Untuk itu, ia mendorong agar seluruh pihak mampu mengoptimalkan apa yang ada sambil mendorong segala inovasi pada diagnosis dan skrining TB, termasuk penerapan kecerdasan buatan, pencegahan, pengobatan dan penerapan paduan pengobatan baru, serta vaksin baru pengganti Bacille Calmette-Guerin (BCG). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: fkui

Berita Terkait

Close Ads